Target Nol Persen Kemiskinan Ekstrem 2026: Realistis atau Sekadar Harapan?
Pemerintah menargetkan kemiskinan ekstrem nol persen pada 2026 dan kemiskinan relatif 4,5-5 persen pada 2029; seberapa realistiskah target ambisius ini mengingat tren penurunan kemiskinan yang melambat?

Pemerintah Indonesia baru-baru ini menetapkan target ambisius: menghilangkan kemiskinan ekstrem sepenuhnya pada tahun 2026 dan menekan angka kemiskinan relatif hingga 4,5-5 persen pada tahun 2029. Target ini diumumkan dalam Rapat Tingkat Menteri di Jakarta. Namun, mengingat tren penurunan kemiskinan yang melambat dalam dekade terakhir dan berbagai tantangan struktural yang ada, seberapa realistiskah target tersebut?
Data menunjukkan bahwa penurunan angka kemiskinan dalam sepuluh tahun terakhir (dari 11,25 persen pada Maret 2014 menjadi 9,03 persen pada Maret 2024) rata-rata hanya sekitar 0,2 persen poin per tahun. Untuk mencapai target 4,5-5 persen pada 2029, dibutuhkan lompatan signifikan dalam upaya pengentasan kemiskinan.
Situasi serupa terlihat dalam upaya penghapusan kemiskinan ekstrem. Meskipun angka kemiskinan ekstrem turun dari 2,83 persen (2020) menjadi 1,47 persen (2024), laju penurunan sekitar 0,3 persen poin per tahun masih jauh dari cukup untuk mencapai target nol persen pada 2026. Oleh karena itu, diperlukan strategi dan kebijakan yang jauh lebih efektif dan terukur.
Strategi Presisi untuk Pengentasan Kemiskinan
Untuk mencapai target yang ambisius ini, pemerintah perlu mengadopsi strategi yang lebih presisi dan komprehensif. Salah satu kendala utama adalah akurasi bantuan sosial yang masih rendah, ditandai dengan tingginya exclusion error. Hal ini berarti masih banyak masyarakat yang seharusnya menerima bantuan namun tidak mendapatkannya.
Pemerintah telah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2025 tentang Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) untuk mengintegrasikan berbagai basis data sosial dan ekonomi. Integrasi ini bertujuan untuk meningkatkan akurasi dan efisiensi penyaluran bantuan sosial dengan memadankan data dari berbagai sumber, termasuk DTKS, P3KE, dan Regsosek, menggunakan NIK sebagai variabel utama.
Namun, keberhasilan DTSEN sangat bergantung pada pembaruan data berkala dan validasi yang kontinyu. Tanpa itu, potensi exclusion error akan tetap ada. Koordinasi yang erat antar kementerian dan lembaga terkait menjadi kunci keberhasilan DTSEN.
Selain perbaikan data, kualitas intervensi program juga perlu ditingkatkan dengan mengutamakan pemberdayaan ekonomi. Bantuan sosial tidak hanya sebagai solusi jangka pendek, tetapi juga sebagai instrumen untuk menciptakan daya ungkit ekonomi yang berkelanjutan.
Penguatan Pemberdayaan Ekonomi dan Kualitas SDM
Program padat karya perlu diperluas untuk menciptakan lapangan kerja. Pemberdayaan UMKM harus diperkuat melalui akses permodalan yang mudah dan pendampingan usaha yang intensif. Program bantuan sosial juga perlu dikombinasikan dengan pelatihan keterampilan dan akses pasar.
Pemerintah juga perlu memastikan akses teknologi digital bagi masyarakat miskin agar mereka dapat berpartisipasi dalam ekonomi digital. Di sektor pendidikan dan kesehatan, intervensi program harus lebih efektif dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM).
Bantuan pendidikan harus diperluas, dan akses layanan kesehatan harus dipermudah untuk mengurangi beban finansial akibat biaya kesehatan yang tinggi. Investasi dalam peningkatan gizi anak dan ibu hamil sangat krusial untuk mencegah dampak jangka panjang kemiskinan akibat stunting.
Pertumbuhan ekonomi yang inklusif juga sangat penting. Investasi di sektor-sektor padat karya seperti manufaktur dan pertanian modern perlu diperkuat. Stabilitas harga kebutuhan pokok juga harus dijaga untuk melindungi daya beli masyarakat.
Tantangan dan Harapan
Target pengentasan kemiskinan yang ambisius ini merupakan tantangan besar. Tren penurunan kemiskinan yang melambat membutuhkan strategi yang lebih tajam dan berbasis data agar kebijakan yang diterapkan efektif dan berkelanjutan. Transparansi dan evaluasi berkala sangat penting untuk memastikan dampak signifikan dari program yang dijalankan.
Dengan strategi komprehensif, koordinasi yang kuat, dan evaluasi yang ketat, mencapai target pengentasan kemiskinan bukanlah hal yang mustahil. Namun, dibutuhkan komitmen kuat dari pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat luas. Kolaborasi nyata dari semua pihak merupakan kunci keberhasilan.
"Dengan kecepatan ini, menurunkan angka kemiskinan hingga 4,5-5 persen dalam lima tahun ke depan memerlukan lompatan besar yang tidak mudah." - kutipan dari artikel sumber.