Tersangka Baru Kasus Korupsi Rumah Subsidi Buleleng Ditangkap, Diduga Terima Rp700 Ribu Per PBG
Kejati Bali menetapkan Ngakan Anom Diana Kesuma sebagai tersangka baru dalam kasus korupsi pembangunan rumah subsidi di Buleleng, diduga menerima suap Rp700 ribu per Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali menetapkan tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pembangunan rumah subsidi di Kabupaten Buleleng. Ngakan Anom Diana Kesuma (NADK), seorang pejabat fungsional Penata Kelola Bangunan Gedung dan Kawasan Permukiman di Dinas PUTR Buleleng, resmi ditetapkan sebagai tersangka pada Senin, 24 Maret 2024. Penangkapan ini merupakan pengembangan dari kasus sebelumnya yang menjerat I Made Kuta (IMK), Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Buleleng.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Bali, Putu Agus Eka Sabana Putra, menjelaskan bahwa penetapan NADK sebagai tersangka didasarkan pada hasil penyidikan intensif dan penggeledahan di sejumlah lokasi. Menurut keterangan Eka, "Tersangka NADK bekerja sama dengan tersangka IMK untuk mempersiapkan gambar teknis pengurusan PBG (Persetujuan Bangunan Gedung) selaku staf teknis pada Dinas PUTR Kabupaten Buleleng dengan kesepakatan pembagian hasil dari uang yang diminta kepada pengembang."
Modus operandi yang dilakukan NADK dan IMK terbilang sistematis. NADK bertugas menyiapkan gambar teknis untuk pengajuan PBG dan menerima honor sebesar Rp700 ribu per PBG, sementara IMK mendapat bagian Rp400 ribu. Lebih mengejutkan lagi, NADK juga terbukti menggunakan Sertifikat Kompetensi Ahli (SKA) milik orang lain secara ilegal dengan cara memindainya untuk membuat kajian teknis gambar PBG. Hal ini menunjukkan adanya pelanggaran serius dalam proses perizinan pembangunan rumah subsidi di Buleleng.
Pejabat Dinas PUTR Buleleng Terlibat
Peran Ngakan Anom Diana Kesuma dalam kasus ini cukup signifikan. Sebagai pejabat fungsional Penata Kelola Bangunan Gedung dan Kawasan Permukiman, ia memiliki akses dan wewenang dalam proses pengurusan PBG. Dengan memanfaatkan posisinya, NADK diduga menerima suap dari pengembang rumah subsidi. Kerja samanya dengan IMK semakin memperkuat dugaan adanya praktik korupsi yang sistematis dan terorganisir dalam pemerintahan Kabupaten Buleleng.
Penetapan NADK sebagai tersangka menunjukkan bahwa penyidik Kejati Bali terus berupaya mengungkap jaringan korupsi yang lebih luas. Hal ini penting untuk memastikan bahwa semua pihak yang terlibat dalam praktik korupsi ini diproses secara hukum. Dengan terungkapnya peran NADK, diharapkan dapat memberikan efek jera bagi oknum-oknum lain yang mungkin terlibat dalam praktik serupa.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, NADK langsung ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Lapas Kelas II A Kerobokan, Badung. Saat penangkapan, NADK terlihat mengenakan rompi merah muda dan tangannya diborgol. Ia langsung dibawa ke Lapas Kelas II A Kerobokan setelah menjalani proses hukum di Kejati Bali.
Pasal yang Dikenakan dan Tindak Lanjut
NADK dijerat dengan Pasal 12 huruf e, huruf g juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Pasal-pasal tersebut menunjukkan keseriusan Kejati Bali dalam menangani kasus ini.
Kejati Bali berkomitmen untuk terus mendalami kasus ini guna mengungkap seluruh pihak yang terlibat. Tujuannya adalah untuk mencegah praktik korupsi serupa terjadi di masa mendatang dan memastikan tata kelola pemerintahan yang bersih dan transparan. Proses hukum akan terus berjalan untuk memastikan keadilan ditegakkan dan memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi.
Langkah Kejati Bali dalam menetapkan tersangka baru dan menindaklanjuti kasus ini merupakan bukti nyata komitmen penegak hukum dalam memberantas korupsi di Indonesia. Semoga kasus ini menjadi pembelajaran bagi seluruh pihak agar selalu menjunjung tinggi nilai-nilai integritas dan transparansi dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
Dengan terungkapnya kasus ini diharapkan proses perizinan pembangunan di Buleleng akan lebih transparan dan bebas dari praktik-praktik koruptif. Kejati Bali berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini hingga tuntas dan memberikan sanksi yang setimpal bagi para pelakunya.