Terungkap! Istri Topan Ginting Dikonfirmasi KPK Soal Temuan Uang Rp2,8 Miliar dan Senjata Api
KPK Temukan Uang Topan Ginting: Istri Kepala Dinas PUPR Sumut nonaktif, Isabella Pencawan, diperiksa KPK terkait temuan uang Rp2,8 miliar dan dua senpi di rumahnya.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan konfirmasi terhadap Isabella Pencawan, istri dari Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumatera Utara nonaktif Topan Obaja Putra Ginting (TOP). Konfirmasi ini terkait dengan temuan sejumlah uang dan senjata api saat penggeledahan di kediaman mereka beberapa waktu lalu. Pemeriksaan terhadap Isabella Pencawan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Senin (21/7).
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa Isabella Pencawan didalami keterangannya mengenai hasil penggeledahan yang telah dilakukan sebelumnya. Rumah tersangka Topan Obaja Putra Ginting, yang juga merupakan kediaman Isabella Pencawan, menjadi fokus utama dalam pemeriksaan ini. Kasus yang menyeret Topan Ginting dan istrinya ini merupakan bagian dari dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara.
Penggeledahan yang dilakukan KPK pada 2 Juli 2025 di rumah Topan Obaja Putra Ginting dan Isabella Pencawan membuahkan hasil signifikan. Dari lokasi tersebut, tim penyidik menyita uang tunai senilai Rp2,8 miliar serta dua unit senjata api. Senjata api yang ditemukan terdiri dari pistol jenis Beretta dengan tujuh butir amunisi dan senapan angin lengkap dengan dua pak amunisi.
Kronologi Kasus dan Penetapan Tersangka
Kasus dugaan korupsi ini bermula dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilaksanakan KPK pada 26 Juni 2025. OTT tersebut terkait dengan proyek pembangunan jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumut dan Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Sumut. Penyelidikan intensif kemudian dilakukan untuk mengungkap lebih jauh praktik rasuah ini.
Setelah serangkaian pemeriksaan dan pengumpulan bukti, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka pada 28 Juni 2025. Para tersangka terbagi dalam dua klaster kasus yang berbeda. Penetapan tersangka ini menunjukkan keseriusan KPK dalam memberantas korupsi di sektor infrastruktur.
Kelima tersangka tersebut adalah Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting (TOP), Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Gunung Tua Dinas PUPR Sumut merangkap pejabat pembuat komitmen Rasuli Efendi Siregar (RES), PPK di Satker PJN Wilayah I Sumut Heliyanto (HEL), Dirut PT Dalihan Natolu Group M. Akhirun Efendi (KIR), dan Direktur PT Rona Na Mora M. Rayhan Dulasmi Piliang (RAY).
Modus Korupsi dan Nilai Proyek
Kasus ini terbagi menjadi dua klaster utama. Klaster pertama berkaitan dengan empat proyek pembangunan jalan yang berada di bawah lingkup Dinas PUPR Sumut. Sementara itu, klaster kedua melibatkan dua proyek yang dikelola oleh Satker PJN Wilayah I Sumut. Total nilai gabungan dari enam proyek di kedua klaster tersebut mencapai sekitar Rp231,8 miliar, menunjukkan skala korupsi yang signifikan.
KPK menduga M. Akhirun Efendi dan M. Rayhan Dulasmi Piliang berperan sebagai pemberi dana suap dalam kasus ini. Dana suap tersebut diduga diberikan untuk memuluskan proyek-proyek yang mereka kerjakan. Praktik suap ini merugikan keuangan negara dan menghambat pembangunan infrastruktur yang seharusnya berkualitas.
Penerima dana suap di klaster pertama adalah Topan Obaja Putra Ginting dan Rasuli Efendi Siregar. Sedangkan untuk klaster kedua, penerima dana suap adalah Heliyanto. Peran masing-masing tersangka ini menunjukkan jaringan korupsi yang terstruktur dalam proyek-proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara.