Terungkap! Mantan Wali Kota Semarang Dituntut 6 Tahun Penjara dalam Kasus Korupsi
Mantan Wali Kota Semarang Hevearita G Rahayu dituntut 6 tahun penjara oleh KPK atas kasus korupsi. Simak detail tuntutan dan fakta persidangan yang mengejutkan!

Mantan Wali Kota Semarang, Hevearita G Rahayu atau akrab disapa Mbak Ita, menghadapi tuntutan hukuman 6 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi. Tuntutan ini diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang pada Rabu (30/7).
Kasus korupsi yang menjerat Hevearita G Rahayu ini diduga terjadi pada kurun waktu 2022 hingga 2024, melibatkan berbagai modus operandi. Selain pidana penjara, jaksa juga menuntut denda dan uang pengganti kerugian negara.
Suami Hevearita, Alwin Basri, juga turut menjadi terdakwa dalam kasus ini dan dituntut dengan hukuman yang lebih berat. Persidangan ini dipimpin oleh Hakim Ketua Gatot Sarwadi, menjadi sorotan publik terkait upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Detail Tuntutan Hukuman dan Denda
Jaksa Penuntut Umum KPK, Wawan Yunarwanto, menjelaskan bahwa Hevearita G Rahayu dituntut 6 tahun penjara. Selain itu, jaksa menuntut denda sebesar Rp500 juta, dengan ketentuan jika denda tidak dibayarkan, akan diganti dengan kurungan selama 6 bulan.
Tuntutan juga mencakup pembayaran uang pengganti kerugian negara sebesar Rp683 juta. Apabila uang pengganti tersebut tidak dibayarkan, maka akan diganti dengan kurungan selama 1 tahun. Jaksa menyatakan bahwa Hevearita bersama suaminya, Alwin Basri, terbukti bersalah melanggar pasal kombinasi yang didakwakan.
Alwin Basri sendiri dituntut dengan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp500 juta. Jika denda tidak dibayarkan, akan diganti kurungan selama 6 bulan. Kedua terdakwa dinilai terbukti melanggar Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf f, dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Modus Operandi Penerimaan Suap dan Gratifikasi
Pada dakwaan pertama, jaksa mengungkapkan bahwa mantan Wali Kota Semarang bersama Alwin Basri terbukti menerima suap dari dua pihak. Suap pertama berasal dari Ketua Gapensi Kota Semarang, Martono, senilai Rp2 miliar. Suap kedua diterima dari Direktur PT Deka Sari Perkasa, Rachmat P. Jangkar, senilai Rp1,75 miliar.
Pemberian dari Martono diterima pada Desember 2022 dan Januari 2023, berkaitan dengan jabatan terdakwa untuk membantu memudahkan memperoleh pekerjaan pada kurun waktu 2023 hingga 2024. Hadiah dari Rachmat P. Jangkar terkait proyek pengadaan meja dan kursi SD pada perubahan APBD 2023, meskipun belum sempat diserahkan.
Pada dakwaan kedua, Mbak Ita dan Alwin Basri dinilai terbukti menerima setoran tambahan operasional yang bersumber dari iuran kebersamaan pegawai Badan Pendapatan Daerah Kota Semarang, dengan total Rp3,083 miliar. Rincian penerimaan menunjukkan Mbak Ita menerima Rp1,883 miliar, dan Alwin Basri menerima Rp1,2 miliar. Uang yang diterima Mbak Ita termasuk Rp300 juta tiap tiga bulan, Rp222 juta untuk hadiah lomba Nasi Goreng Khas Mbak Ita, dan Rp161 juta untuk membayar penyanyi Denny Cak Nan. Alwin Basri menerima uang dalam beberapa tahap dengan besaran antara Rp200 juta hingga Rp300 juta.
Dakwaan ketiga menyebutkan Mbak Ita dan Alwin Basri terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp2 miliar dari Ketua Gapensi Semarang, Martono. Gratifikasi ini merupakan fee 13 persen atas pekerjaan penunjukan langsung di kecamatan yang berasal dari pelaksana proyek dari Gapensi Semarang. Uang tersebut diserahkan Martono melalui Alwin Basri pada kurun waktu Juni dan Juli 2023.
Tuntutan Tambahan dan Hak Politik
Selain hukuman pokok, jaksa juga mengajukan tuntutan tambahan yang signifikan. Jaksa meminta majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik atau sebagai pejabat politik.
Pencabutan hak politik ini akan berlaku selama 2 tahun sejak selesai menjalani masa pemidanaan. Tuntutan ini menunjukkan keseriusan jaksa dalam memberantas korupsi dan memberikan efek jera kepada para pejabat publik yang menyalahgunakan wewenang.
Atas tuntutan yang telah disampaikan, hakim memberikan kesempatan kepada kedua terdakwa untuk menyampaikan pembelaan mereka. Sidang selanjutnya akan beragendakan pembelaan dari pihak Hevearita G Rahayu dan Alwin Basri, sebelum putusan akhir dijatuhkan.