Terungkap Modus 'Kredit Topengan', Eks Kepala BRI Cipanas Dituntut 2 Tahun Penjara Kasus Korupsi KUR BRI Rp1 Miliar
Eks Kepala BRI Cipanas dituntut 2 tahun penjara dalam kasus korupsi KUR BRI Rp1 miliar. Terungkap modus 'kredit topengan' yang merugikan negara. Bagaimana skema kejahatan ini?

Mantan Kepala BRI Unit Cipanas, Khairil (46), dituntut hukuman pidana 2 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Lebak. Tuntutan ini terkait kasus korupsi dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Kredit Usaha Pedesaan (KUPRA) yang telah merugikan negara hingga Rp1 miliar.
Sidang tuntutan terhadap Khairil dibacakan oleh JPU Andrie Marpaung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Serang pada Rabu, 6 Agustus. Selain pidana badan, Khairil juga dituntut untuk membayar denda sebesar Rp100 juta. Jika denda tersebut tidak dibayar, maka akan diganti dengan kurungan selama 3 bulan.
JPU menilai Khairil terbukti melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Dalam kasus yang sama, terdakwa Irfan Taufik (36), mantan marketing di unit bank tersebut, menghadapi tuntutan yang lebih berat, yaitu 5 tahun penjara dan denda yang sama.
Modus Operandi dan Peran Para Terdakwa
Kasus korupsi ini terjadi dalam rentang waktu 2021 hingga 2023 dengan modus operandi yang terstruktur. Terdakwa Irfan Taufik, sebagai mantan marketing, berperan aktif dalam mencari 37 calon debitur fiktif untuk pengajuan kredit.
Irfan kemudian melakukan manipulasi data kelayakan usaha para debitur tersebut agar pengajuan kredit mereka disetujui. Praktik ini dikenal sebagai 'kredit topengan', yaitu memproses kredit nasabah yang sebenarnya tidak layak mendapatkan pinjaman.
Selain itu, terdapat pula modus 'kredit tempilan', di mana Irfan mengambil sebagian dana nasabah dengan melakukan mark up plafon kredit yang diajukan. Khairil, selaku kepala unit, diketahui menyetujui pengajuan kredit fiktif ini meskipun menyadari adanya kejanggalan. Persetujuan ini dilakukan demi mencapai target penyaluran kredit, mendapatkan bonus, dan menghindari sanksi dari kantor cabang.
Tuntutan Hukum dan Kerugian Negara
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Khairil dengan pidana penjara selama 2 tahun, serta denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan. JPU menyatakan Khairil terbukti melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, terdakwa Irfan Taufik dituntut lebih berat, yakni 5 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan. Irfan dinilai terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Sebagai pihak yang menikmati seluruh hasil kejahatan, Irfan juga dituntut untuk membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp1 miliar. Apabila terdakwa tidak memiliki harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka akan diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun dan enam bulan.