Tragis: Tujuh Korban Jiwa Akibat Harimau di TNBBS, Dishut Imbau Masyarakat Waspadai Interaksi Manusia Satwa Liar Lampung
Dinas Kehutanan Lampung mengimbau warga tidak beraktivitas di hutan menyusul insiden tragis. Waspadai interaksi manusia satwa liar Lampung yang meningkat, termasuk harimau dan gajah.

Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Lampung baru-baru ini mengeluarkan imbauan penting kepada masyarakat. Warga diminta untuk tidak melakukan aktivitas di dalam kawasan hutan, terutama jika mereka sendirian.
Langkah ini diambil guna meminimalisir risiko interaksi negatif antara manusia dengan satwa liar yang kian mengkhawatirkan. Kepala Dishut Lampung, Yanyan Ruchyansyah, menekankan perlunya solusi terbaik untuk masalah ini.
Peristiwa interaksi negatif, khususnya dengan harimau Sumatera, telah menyebabkan korban jiwa yang tragis. Masyarakat diimbau untuk tidak beraktivitas di hutan hingga penanganan lebih lanjut dapat dilakukan oleh pihak berwenang.
Meningkatnya Insiden Interaksi Satwa Liar
Data terbaru dari Dinas Kehutanan Provinsi Lampung menunjukkan peningkatan signifikan dalam insiden interaksi negatif. Sepanjang tahun 2024 hingga 2025, tercatat delapan insiden di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) yang melibatkan harimau Sumatera. Tragisnya, kejadian ini mengakibatkan tujuh korban jiwa dari masyarakat.
Tidak hanya harimau, interaksi negatif dengan gajah juga menjadi perhatian serius di Lampung. Pada Juni 2025, sekelompok gajah memasuki area perkebunan di perbatasan Desa Braja Asri dan Braja Sakti, Kabupaten Lampung Timur. Peristiwa tersebut menyebabkan kerugian materi yang tidak sedikit bagi para petani.
Catatan sepuluh tahun terakhir menunjukkan pola yang mengkhawatirkan. Interaksi manusia dengan gajah di Way Kambas rata-rata terjadi 185 kali per tahun di 13 desa terdampak. Sementara itu, di Bukit Barisan Selatan, tercatat rata-rata 53 kejadian per tahun di 12 desa.
Untuk interaksi negatif manusia harimau, rata-rata 22 kejadian per tahun dilaporkan di 14 desa. Dampak dari insiden ini termasuk kehilangan 192 ekor ternak serta jatuhnya korban jiwa. Data ini menegaskan urgensi penanganan konflik satwa liar di wilayah Lampung.
Penanganan Konflik dan Perambahan Hutan
Menanggapi situasi ini, Dishut Lampung bersama berbagai pihak terkait sedang mencari solusi terbaik. Upaya paling efektif saat ini adalah mengimbau para petani yang menggarap kawasan hutan agar tidak beraktivitas sendirian. Ini untuk menghindari potensi bahaya dari satwa liar yang mendiami area tersebut.
Yanyan Ruchyansyah menjelaskan bahwa tindak lanjut permasalahan perambahan hutan konservasi di TNBBS memerlukan koordinasi intensif. Diskusi melibatkan berbagai sektor untuk menemukan pendekatan komprehensif. Saat ini, proses inventarisasi perambah di kawasan TNBBS masih terus berlangsung.
Inventarisasi ini dilakukan dengan membedakan antara perambah lokal dan perambah dari luar daerah. Klasifikasi khusus lainnya juga diterapkan untuk memastikan langkah penanganan yang tepat. Pendekatan hati-hati diperlukan mengingat kompleksitas masalah perambahan hutan.
Mencari Solusi Berkelanjutan
Penanganan konflik satwa liar dan manusia memerlukan perencanaan detail dan berhati-hati. Keberlangsungan hidup satwa liar, yang populasinya semakin berkurang, sangat penting untuk dijaga. Di sisi lain, kehidupan manusia juga memiliki prioritas yang sama.
Oleh karena itu, solusi yang dicari harus mampu menyeimbangkan kedua kepentingan tersebut. Tujuannya adalah menemukan jalan tengah yang tidak mengganggu kehidupan satwa liar maupun aktivitas masyarakat. Koordinasi lintas sektor menjadi kunci utama dalam mencapai keseimbangan ini.
Pemerintah daerah dan lembaga terkait terus berupaya keras. Mereka berkomitmen untuk menciptakan harmoni antara manusia dan alam. Ini demi masa depan yang berkelanjutan bagi ekosistem dan masyarakat di Lampung.