Wanatani: Harapan Baru Pertanian Berkelanjutan di Sumbawa
Setelah 15 tahun kerusakan lingkungan akibat budidaya jagung monokultur, program Wanatani di Sumbawa diharapkan dapat menciptakan pertanian berkelanjutan dan mengurangi bencana alam.
![Wanatani: Harapan Baru Pertanian Berkelanjutan di Sumbawa](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/11/000158.374-wanatani-harapan-baru-pertanian-berkelanjutan-di-sumbawa-1.jpg)
Program tanam jagung di Kabupaten Dompu, Sumbawa, NTB sejak 2010, awalnya menjanjikan, namun berujung pada petaka ekologi. Ekspansi lahan jagung yang masif, mencapai hampir 100 ribu hektare pada 2017, menyebabkan banjir bandang dan kerusakan lingkungan yang signifikan.
Bencana Ekologis Akibat Ekspansi Jagung
Banjir yang merendam ratusan rumah di Kecamatan Simpasai dan Woja pada tahun 2012, memaksa pengungsian 2.085 penduduk. Sungai Silo dan Lajo meluap akibat rusaknya daerah aliran sungai (DAS) yang disebabkan oleh alih fungsi hutan menjadi lahan jagung. Data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (2016) menunjukkan Pulau Sumbawa memiliki 1,54 juta hektare lahan DAS, dengan 58 persennya berupa hutan. Namun, ekspansi lahan jagung telah menyebabkan kerusakan DAS yang signifikan, dengan peningkatan lahan kritis dari tahun ke tahun.
Dari tahun 2012 hingga 2025, bencana meteorologi berupa banjir dan tanah longsor terus terjadi. Jagung, yang diharapkan meningkatkan pendapatan, justru menimbulkan kerugian ekonomi, sosial, dan budaya. Alih fungsi hutan menyebabkan erosi tanah dan air hujan berwarna cokelat pekat. Produksi jagung di NTB mencapai 1,15 juta ton pada 2024 (BPS), namun angka sebenarnya jauh lebih tinggi karena perkebunan jagung yang merambah hutan tidak tercatat secara resmi.
Dampak terhadap Ekosistem Laut
Konversi hutan juga berdampak pada ekosistem laut. Iqbal Herwata dari Yayasan Konservasi Indonesia (KI) menyatakan aktivitas berladang telah mengganggu habitat hiu paus di Teluk Saleh. Pergeseran habitat hiu paus dari perairan dangkal ke perairan dalam menunjukkan adanya sedimentasi dan pencemaran laut akibat rusaknya DAS.
Wanatani: Solusi Berkelanjutan
Pemerintah Provinsi NTB menyadari perlunya pemulihan lahan kritis. Pada 30 Januari 2025, gerakan "satu desa satu demplot wanatani" dimulai di Kabupaten Sumbawa, melibatkan 27 demplot desa di tiga Balai Kesatuan Pengelola Hutan (KPH). Program ini didukung oleh BPDAS Dodokan Moyosari dengan penyediaan 5.000 bibit tanaman buah-buahan.
Wanatani, atau agroforestri, memadukan penanaman pohon dengan tanaman jagung. Model ini diharapkan meningkatkan keuntungan petani, mencegah erosi, meningkatkan infiltrasi air, dan meningkatkan keanekaragaman hayati. Penanaman beragam tanaman merupakan pendekatan yang lebih berkelanjutan dibandingkan monokultur jagung, dan diharapkan dapat menjadi solusi jangka panjang untuk mengatasi masalah lingkungan dan bencana alam di Pulau Sumbawa.
Kesimpulannya, krisis ekologi di Sumbawa akibat ekspansi monokultur jagung selama 15 tahun terakhir telah menimbulkan kerugian besar. Program Wanatani menawarkan harapan baru untuk menciptakan pertanian berkelanjutan, memulihkan lingkungan, dan mengurangi risiko bencana alam di masa depan. Keberhasilan program ini akan menjadi contoh bagi daerah lain yang menghadapi tantangan serupa.