67 Kasus Pencegahan Calon PMI Ilegal di Lampung: Tantangan dan Upaya Pencegahan
KP2MI Lampung catat 67 kasus pencegahan calon PMI ilegal pada 2023-2025, menunjukkan tingginya kerawanan migrasi ilegal di daerah yang menjadi salah satu penyumbang PMI terbesar nasional.
Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) mencatat 67 kasus pencegahan calon pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal atau non-prosedural asal Lampung sepanjang tahun 2023 hingga 2025. Penemuan ini terjadi di Bandarlampung dan menunjukkan adanya upaya aktif pencegahan, namun juga mengindikasikan tingginya kerentanan terhadap praktik migrasi ilegal di provinsi tersebut. Menteri P2MI, Abdul Kadir Karding, mengungkapkan keprihatinannya atas temuan ini, yang terjadi di mana dan mengapa hal ini terjadi, serta bagaimana upaya pencegahan yang dilakukan.
Menurut Menteri Karding, kerawanan ini disebabkan oleh beberapa faktor. Jumlah PMI yang besar dari Lampung, ditambah dengan kondisi sosial ekonomi yang menantang, menjadikan provinsi ini sebagai target empuk bagi jaringan perekrutan non-prosedural. Kondisi ini diperparah oleh kurangnya literasi migrasi di kalangan masyarakat Lampung, sehingga mereka mudah tergiur oleh tawaran pekerjaan cepat tanpa prosedur resmi yang seringkali ditawarkan oleh agen atau oknum yang tidak bertanggung jawab. "Sebab, besar kemungkinan agen atau oknum kerap menyusup ke desa-desa dengan menawarkan pekerjaan cepat tanpa prosedur resmi, memanfaatkan kurangnya literasi migrasi masyarakat di Lampung," kata Menteri Karding.
Lebih lanjut, Menteri Karding menjelaskan bahwa Lampung merupakan salah satu daerah asal utama PMI di Indonesia, dengan jumlah penempatan mencapai 81.097 layanan dalam kurun waktu 2020 hingga April 2025. Provinsi ini termasuk lima besar provinsi kontributor PMI nasional. Dominasi perempuan dan mayoritas sudah menikah dalam komposisi pekerja migran juga menjadi perhatian serius. Hal ini berarti banyak dari mereka meninggalkan anak dan keluarga, dengan motivasi ekonomi dan terbatasnya pilihan kerja formal di dalam negeri sebagai pendorong utama.
Ancaman TPPO dan Eksploitasi
Menteri Karding menegaskan bahwa potensi perdagangan orang (TPPO) dan eksploitasi migrasi non-prosedural tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga berisiko tinggi terhadap keselamatan PMI. Para PMI ilegal rentan terhadap berbagai bentuk eksploitasi, termasuk eksploitasi seksual dan kerja paksa. "Potensi TPPO dan eksploitasi migrasi non prosedural tidak hanya melanggar hukum. Tetapi juga berisiko tinggi terhadap TPPO, termasuk eksploitasi seksual dan kerja paksa," tegasnya.
Korbannya, sebagian besar perempuan, rentan mengalami kekerasan dan kehilangan akses terhadap keadilan serta perlindungan hukum karena status keimigrasian mereka tidak tercatat secara sah. Kondisi ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah dalam melindungi hak-hak PMI dan memberantas praktik migrasi ilegal.
Pemerintah melalui KP2MI terus berupaya meningkatkan literasi migrasi di masyarakat, memperkuat kerjasama dengan berbagai pihak terkait, dan meningkatkan pengawasan untuk mencegah praktik perekrutan PMI ilegal. Upaya-upaya ini diharapkan dapat menekan angka kasus migrasi ilegal dan melindungi PMI dari berbagai bentuk eksploitasi.
Upaya Pencegahan dan Solusi
Pencegahan migrasi ilegal di Lampung membutuhkan pendekatan komprehensif yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Peningkatan literasi migrasi bagi masyarakat menjadi kunci utama, agar mereka lebih memahami risiko migrasi ilegal dan prosedur yang benar. Pemerintah juga perlu memperkuat kerjasama dengan aparat penegak hukum untuk menindak tegas para pelaku TPPO dan perekrutan ilegal.
Selain itu, perlu adanya upaya untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap informasi dan layanan terkait migrasi. Penyediaan informasi yang jelas dan mudah diakses dapat membantu masyarakat membuat keputusan yang lebih tepat dan terhindar dari jebakan migrasi ilegal. Pemerintah juga perlu mendorong terciptanya lapangan kerja yang layak di dalam negeri, sehingga mengurangi motivasi masyarakat untuk mencari pekerjaan di luar negeri melalui jalur ilegal.
Program-program pemberdayaan ekonomi masyarakat di daerah asal PMI juga perlu ditingkatkan. Dengan adanya kesempatan ekonomi yang lebih baik di daerah asal, masyarakat akan lebih termotivasi untuk bekerja di dalam negeri dan mengurangi risiko migrasi ilegal. KP2MI juga perlu terus meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait di tingkat pusat dan daerah untuk memastikan efektifitas upaya pencegahan.
Kesimpulannya, kasus pencegahan calon PMI ilegal di Lampung menunjukkan kompleksitas masalah migrasi di Indonesia. Upaya pencegahan yang komprehensif dan berkelanjutan sangat diperlukan untuk melindungi hak-hak PMI, memberantas praktik ilegal, dan menciptakan sistem migrasi yang aman, tertib, dan bermartabat.