902 Honorer di Mukomuko Dirumahkan, Dampak Kebijakan Pemerintah Pusat
Sebanyak 902 honorer di Kabupaten Mukomuko, Bengkulu, dirumahkan menyusul aturan Kementerian PANRB terkait pengangkatan PPPK, berdampak pada sejumlah kegiatan pemerintahan.
Kabupaten Mukomuko, Bengkulu, tengah menghadapi tantangan menyusul kebijakan pemerintah pusat. Sebanyak 902 tenaga honorer di berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dinyatakan dirumahkan. Keputusan ini diambil berdasarkan aturan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) terkait pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Hal ini disampaikan oleh Kabid Pengadaan, Pengembangan SDM, dan Pembinaan ASN BKPSDM Kabupaten Mukomuko, Niko Hafri, pada Minggu, 4 Mei 2024.
Menurut Niko Hafri, "Dari data yang ada sekitar 902 tenaga honorer yang dirumahkan karena tidak mendapat prioritas diangkat menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK."
Pemberhentian ini menyasar beberapa kategori honorer. Mereka yang terdaftar dalam database namun tak mengikuti seleksi CASN 2024, honorer di luar database, honorer yang mengikuti seleksi CASN tapi gagal, dan mereka yang sama sekali tidak mengikuti seleksi termasuk di dalamnya. Honorer yang tak mengikuti seleksi PPPK tahap dua formasi 2024 juga terkena dampak kebijakan ini.
Dampak Pemberhentian Honorer terhadap Pelayanan Publik
Pemberhentian ratusan honorer ini berdampak signifikan terhadap pelayanan publik di Kabupaten Mukomuko. Seperti yang diungkapkan oleh Kepala Bidang KB pada Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Kabupaten Mukomuko, Andi Sutrisno, sejumlah staf honorer di bidangnya telah dirumahkan. Hal ini menimbulkan kendala dalam menyelesaikan pekerjaan dan kegiatan dinas.
"Dia mengakui, tanpa tenaga honorer tersebut, ada sejumlah pekerjaan dan kegiatan yang tidak bisa diselesaikan dengan cepat oleh dua pegawai negeri sipil di bidangnya."
Kondisi ini menunjukkan perlunya penyesuaian strategi dalam pengelolaan sumber daya manusia di pemerintahan daerah. Kehilangan tenaga honorer yang berpengalaman berpotensi menghambat sejumlah program dan layanan publik.
Proses dan Mekanisme Pemberhentian Honorer
Niko Hafri menjelaskan bahwa proses pemberhentian honorer telah dilakukan sesuai dengan petunjuk dari PANRB. Surat keputusan pemberhentian tenaga honorer kemungkinan besar telah ditandatangani oleh Bupati Mukomuko. Surat tersebut selanjutnya akan disampaikan ke seluruh OPD.
Kepala OPD memegang peranan penting dalam proses ini karena merekalah yang mengangkat dan bertanggung jawab atas pemberhentian tenaga honorer di masing-masing instansi. Langkah ini memastikan adanya transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah pusat.
Meskipun ada honorer yang lolos seleksi PPPK tahap II formasi 2024, pengangkatan mereka sebagai PPPK paruh waktu belum pasti. Hal ini mempertimbangkan kebutuhan pegawai dan kemampuan daerah dalam membiayai gaji mereka.
Tantangan dan Solusi ke Depan
Kehilangan 902 tenaga honorer merupakan tantangan besar bagi Kabupaten Mukomuko. Pemerintah daerah perlu segera mencari solusi untuk mengatasi dampak kebijakan ini terhadap pelayanan publik. Beberapa opsi yang dapat dipertimbangkan antara lain adalah melakukan rekrutmen pegawai baru, melakukan penyesuaian beban kerja bagi PNS yang ada, atau memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan efisiensi.
Ke depan, penting bagi pemerintah daerah untuk melakukan perencanaan yang matang dalam pengelolaan tenaga honorer. Hal ini mencakup antisipasi terhadap kebijakan pemerintah pusat dan penyiapan strategi untuk meminimalkan dampak negatif terhadap pelayanan publik.
Peristiwa ini juga menjadi pengingat akan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya manusia di pemerintahan. Masyarakat perlu dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan terkait kebijakan ketenagakerjaan di sektor publik agar tercipta solusi yang adil dan berkelanjutan.