Diskon Listrik Sumbang Deflasi 0,78 Persen di Jateng, BI Ungkap Faktor Lainnya
Bank Indonesia Jawa Tengah (BI Jateng) melaporkan deflasi 0,78 persen pada Februari 2025, disebabkan diskon tarif listrik dan sejumlah faktor lainnya.
Jawa Tengah kembali mencatatkan deflasi pada Februari 2025. Bank Indonesia Perwakilan Jawa Tengah (BI Jateng) mengumumkan angka deflasi sebesar 0,78 persen (mtm), lebih dalam dibandingkan deflasi nasional yang berada di angka 0,48 persen (mtm). Deflasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah diskon tarif listrik sebesar 50 persen yang diberikan kepada pelanggan rumah tangga dengan daya di bawah 2.200 VA.
Kepala Perwakilan BI Jateng, Rahmat Dwisaputra, dalam keterangannya di Semarang pada Selasa, menjelaskan bahwa secara tahunan, Jateng juga mengalami deflasi sebesar 0,08 persen (yoy), sedikit di atas deflasi nasional yang mencapai 0,09 persen (yoy). Seluruh kota pantauan inflasi di Jateng mengalami deflasi, dengan deflasi terdalam terjadi di Kabupaten Wonogiri sebesar 1,36 persen (mtm).
Rahmat menekankan bahwa penurunan tekanan inflasi ini terutama dipengaruhi oleh Kelompok Perumahan, Air, Listrik, dan Bahan Bakar Rumah Tangga, yang memberikan andil -0,74 persen (mtm). Diskon listrik yang masih berlaku hingga Februari 2025 menjadi faktor kunci dalam penurunan ini. Selain itu, Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau juga berkontribusi terhadap deflasi, dengan andil -0,19 persen (mtm).
Faktor-Faktor Penyebab Deflasi di Jateng
Penurunan harga cabai merah menjadi salah satu faktor utama deflasi. Hal ini disebabkan oleh pasokan cabai dari petani yang kembali normal berkat kondisi cuaca yang kondusif. "Penurunan tekanan inflasi terdalam bersumber dari komoditas cabai merah seiring dengan pasokan cabai dari petani yang kembali normal dan didukung oleh cuaca yang kondusif," jelas Rahmat.
Bawang merah juga mengalami deflasi karena panen raya di sejumlah daerah sentra penghasil bawang merah di Jateng, seperti Brebes dan Demak. Harga daging ayam ras dan telur ayam ras juga turun karena pasokan yang cukup dan normalisasi permintaan setelah libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) serta libur panjang di Januari 2025.
Meskipun demikian, tidak semua komoditas mengalami penurunan harga. Kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya justru mengalami inflasi, terutama karena kenaikan harga emas perhiasan akibat kenaikan harga emas dunia. Kenaikan ini dipicu oleh ketidakpastian global. Selain itu, peningkatan tarif air minum PDAM di Cilacap dan Purwokerto serta kenaikan harga bensin nonsubsidi pada 1 Februari 2025 juga turut berkontribusi pada inflasi.
Antisipasi Inflasi di Bulan-Bulan Mendatang
Meskipun inflasi terkendali pada Februari 2025, BI Jateng tetap waspada terhadap potensi peningkatan inflasi di masa mendatang. Rahmat mengungkapkan, "Meskipun tekanan inflasi Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau pada periode laporan mengalami deflasi, namun ke depan terdapat risiko peningkatan tekanan inflasi, terutama pada komoditas bawang merah, daging ayam ras, dan telur ayam ras seiring dengan momentum Ramadhan dan Idul Fitri."
Untuk mengantisipasi hal tersebut, BI Jateng bersama dengan Forum TPID Jateng akan terus berkoordinasi dan bekerja sama dalam melaksanakan berbagai program pengendalian inflasi. Program-program ini difokuskan pada menjaga kecukupan pasokan dan kelancaran distribusi barang atau komoditas di Jateng. Tujuannya adalah untuk menjaga inflasi tetap berada dalam rentang sasaran, yaitu 2,5 persen plus minus 1 persen.
Dengan berbagai upaya pengendalian inflasi yang dilakukan, diharapkan stabilitas ekonomi di Jawa Tengah dapat tetap terjaga.