Komnas Perempuan: Kualitas K3 Harus Perhatikan Pengalaman Perempuan Pekerja
Komnas Perempuan menekankan pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang inklusif dan responsif terhadap risiko yang dihadapi perempuan pekerja di berbagai sektor, termasuk gig economy.
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menegaskan perlunya peningkatan kualitas Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang memperhatikan risiko, kebutuhan, dan pengalaman perempuan pekerja di semua sektor, baik formal maupun informal. Hal ini disampaikan oleh anggota Komnas Perempuan, Yuni Asriyanti, di Jakarta pada Rabu, 30 April 2024. Pernyataan ini muncul dalam rangka memperingati Hari K3 Sedunia yang jatuh setiap tanggal 28 April.
Menurut Yuni, K3 haruslah inklusif dan responsif terhadap risiko spesifik yang dihadapi perempuan pekerja. Ini termasuk risiko kekerasan seksual dan kekerasan berbasis gender lainnya di tempat kerja. Komnas Perempuan meyakini bahwa K3 yang inklusif akan menciptakan lingkungan kerja yang aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan.
Perlindungan dan pemenuhan hak pekerja perempuan, menurut Komnas Perempuan, harus didasarkan pada prinsip keselamatan, keamanan, bebas diskriminasi, kesetaraan gender, dan penghormatan HAM. Sistem K3 yang mengabaikan pengalaman perempuan pekerja dan kelompok rentan justru berisiko meningkatkan diskriminasi di tempat kerja.
K3 Perempuan Seringkali Diabaikan
Yuni Asriyanti menyoroti fakta bahwa K3 pekerja perempuan sering diabaikan. Banyak perempuan pekerja yang terpapar zat kimia berbahaya, menempuh jarak jauh dan berbahaya ke tempat kerja, serta mengalami pelecehan dan kekerasan berbasis gender. Kondisi ini semakin memprihatinkan di sektor-sektor tertentu.
Perempuan di sektor migas, tambang, sawit, dan kelautan, misalnya, menghadapi kondisi kerja ekstrem tanpa perlindungan yang memadai. Sementara itu, di sektor informal, pekerja perempuan seperti buruh tani, pekerja rumah tangga (PRT), pelayan toko, dan pekerja gig economy tidak tercakup dalam skema K3 formal.
Beban kerja ganda dari pekerjaan rumah tangga yang tidak dibayar semakin memperparah kerentanan pekerja perempuan. Kondisi ini membutuhkan perhatian serius dari pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya.
Perlindungan K3 di Era Digital
Anggota Komnas Perempuan, Irwan Setiawan, menambahkan bahwa pemerintah perlu mengambil langkah-langkah terukur untuk memberikan jaminan perlindungan K3 bagi perempuan pekerja di sektor gig economy yang memanfaatkan platform digital. Perkembangan teknologi digital menuntut adanya adaptasi dalam sistem K3 agar tetap relevan dan melindungi seluruh pekerja, termasuk perempuan.
Komnas Perempuan mendorong pemerintah untuk memperhatikan aspek-aspek penting ini dalam rangka menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat, dan setara bagi seluruh pekerja, tanpa memandang jenis kelamin atau sektor pekerjaan. Hal ini sejalan dengan komitmen Indonesia dalam melindungi hak-hak asasi manusia dan mewujudkan kesetaraan gender.
Perlindungan K3 yang komprehensif dan inklusif merupakan investasi penting bagi produktivitas dan kesejahteraan pekerja perempuan, sekaligus menjadi kunci dalam menciptakan lingkungan kerja yang adil dan berkelanjutan. Komnas Perempuan berharap agar isu ini mendapatkan perhatian serius dari semua pihak.
Kesimpulannya, Komnas Perempuan mendesak pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan untuk memprioritaskan perlindungan K3 bagi perempuan pekerja, khususnya di sektor informal dan gig economy. Pentingnya memperhatikan pengalaman dan risiko spesifik yang dihadapi perempuan pekerja dalam merancang dan menerapkan kebijakan K3 menjadi fokus utama dalam upaya menciptakan lingkungan kerja yang aman dan setara.