Korupsi vs Efisiensi: Kerugian Negara Capai Triliunan Rupiah, DPR Desak Strategi Baru
Anggota DPR Bambang Soesatyo menyoroti kerugian negara akibat korupsi yang mencapai triliunan rupiah, jauh melampaui target efisiensi anggaran pemerintah, mendesak perlunya strategi baru pemberantasan korupsi.
Anggota Komisi III DPR RI, Bambang Soesatyo atau Bamsoet, mengungkapkan keprihatinannya atas besarnya kerugian negara akibat korupsi yang nilainya jauh melampaui upaya efisiensi anggaran pemerintah. Pernyataan ini disampaikannya di Jakarta pada Jumat, 28 Februari. Bamsoet membandingkan angka fantastis kerugian negara akibat korupsi dengan target efisiensi anggaran pemerintah yang hanya mencapai Rp306 triliun.
"Sangat miris, saat pemerintah bekerja keras mewujudkan target efisiensi anggaran yang ‘hanya’ Rp306 triliun, pengungkapan beberapa kasus korupsi yang baru justru memperlihatkan nilai kerugian negara yang luar biasa besarnya dan sulit diterima akal sehat," ungkap Bamsoet dalam keterangan resminya.
Ia mencontohkan beberapa kasus korupsi besar yang merugikan negara, seperti kasus pengoplosan BBM di anak perusahaan Pertamina (Rp968,5 triliun), korupsi tata niaga timah (Rp300 triliun), dan kasus Jiwasraya (Rp16,8 triliun). Bamsoet menekankan bahwa nilai korupsi saat ini telah mencapai skala triliunan rupiah, bahkan mendekati Rp1.000 triliun dalam satu kasus saja.
Ketidakseimbangan Pemberantasan Korupsi dan Kerugian Negara
Bamsoet mengungkapkan keprihatinannya terhadap efektivitas pemberantasan korupsi di Indonesia. Meskipun telah berlangsung selama puluhan tahun, hasilnya dinilai masih belum signifikan, sementara kerugian negara justru terus membengkak. Ia mencatat bahwa KPK hanya berhasil mengembalikan kerugian negara sebesar Rp2,5 triliun dalam periode 2020-2024.
"Hal ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara upaya pemberantasan korupsi dan dampak kerugian negara yang terus meningkat," tegasnya. Ia menambahkan bahwa pemberantasan korupsi selama puluhan tahun menghasilkan capaian yang minim, terbukti dengan maraknya kasus korupsi yang semakin kompleks dan kerugian negara yang semakin besar.
Bamsoet juga menyoroti kurangnya itikad baik beberapa kementerian dan lembaga (K/L) dalam memerangi korupsi internal. Di beberapa K/L, korupsi bahkan terlihat dilakukan secara terorganisir dan melibatkan banyak oknum.
Lemahnya Pengawasan Internal dan Perlunya Strategi Baru
Bamsoet menilai bahwa kerugian negara yang mencapai triliunan rupiah menunjukkan keterlibatan banyak oknum atau kelompok di dalam birokrasi K/L. Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan internal di beberapa K/L, khususnya peran Inspektorat Jenderal (Itjen) yang dinilai tidak berfungsi optimal.
"Nilai korupsi yang mencapai belasan triliun hingga ratusan triliun rupiah tidak mungkin hanya dilakukan satu-dua oknum. Melainkan melibatkan sejumlah oknum atau kelompok di dalam birokrasi K/L," tuturnya. Oleh karena itu, Bamsoet menekankan perlunya strategi baru dalam pemberantasan korupsi di Indonesia, karena metode yang ada saat ini terbukti tidak efektif.
Pemerintah dan DPR RI, menurut Bamsoet, harus bersama-sama merumuskan strategi baru yang lebih efektif. "Indonesia butuh strategi baru dalam pemberantasan korupsi, karena metode dan strategi yang diterapkan sekarang terbukti tidak efektif," pungkas mantan Ketua DPR dan MPR RI tersebut.
Kesimpulannya, permasalahan korupsi di Indonesia membutuhkan perhatian serius dan strategi baru yang komprehensif untuk mengatasi kerugian negara yang terus meningkat dan memperbaiki efektivitas pemberantasan korupsi.