Kupang Catat Kasus Kekerasan Berbasis Gender Tertinggi di NTT Tahun 2024
Rumah Harapan GMIT mencatat Kabupaten Kupang sebagai wilayah dengan kasus kekerasan berbasis gender terbanyak di NTT pada tahun 2024, mencapai 30 kasus, didominasi kekerasan seksual dan fisik.
Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) melalui Rumah Harapan GMIT melaporkan data mengejutkan terkait kasus kekerasan berbasis gender di Nusa Tenggara Timur (NTT) sepanjang tahun 2024. Kabupaten Kupang tercatat sebagai wilayah dengan angka kasus tertinggi, mencapai 30 kasus. Laporan ini disampaikan Ketua Pengurus Rumah Harapan GMIT, Ferderika Tadu Hungu, di Kupang pada Senin. Data ini mencakup berbagai jenis kekerasan, dengan rincian lokasi kejadian dan jalur pelaporan yang beragam.
Dari 30 kasus di Kabupaten Kupang, 16 di antaranya merupakan kekerasan seksual. Mayoritas korban dirujuk oleh Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Kupang dan Bhabinkamtibbmas desa setempat. Angka ini menunjukkan tingginya angka kekerasan seksual yang terjadi di wilayah tersebut dan membutuhkan perhatian serius dari berbagai pihak.
Menariknya, Rumah Harapan GMIT juga mencatat peningkatan kesadaran korban untuk melapor secara mandiri. Sebanyak 16 kasus dilaporkan langsung oleh korban atau keluarganya, menunjukkan adanya perubahan positif dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender.
Kasus Kekerasan Berbasis Gender di NTT: Rincian Data
Kota Kupang menempati posisi kedua dengan 28 kasus kekerasan berbasis gender pada tahun 2024. Berbeda dengan Kabupaten Kupang yang didominasi kasus kekerasan seksual, Kota Kupang mencatat kasus kekerasan fisik sebagai jenis kekerasan terbanyak. Selain itu, tercatat sembilan kasus kekerasan seksual pada anak, dua kasus ingkar janji menikah, dan satu kasus penelantaran di Kota Kupang.
Rumah Harapan GMIT juga merinci lokasi kejadian kekerasan. Sebanyak 55 kasus terjadi di rumah, enam kasus di sekolah, dan lima kasus di tempat sepi atau jalanan. Data ini menunjukkan bahwa lingkungan rumah, yang seharusnya menjadi tempat aman, justru menjadi lokasi paling rawan terjadinya kekerasan.
Dari total kasus yang ditangani, 45 kasus merupakan rujukan dari pihak berwenang, sementara 12 kasus ditemukan melalui penjangkauan aktif oleh Rumah Harapan GMIT. Kombinasi antara rujukan dan penjangkauan aktif ini menunjukkan pentingnya kolaborasi antar lembaga dalam penanganan kasus kekerasan berbasis gender.
Upaya Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Berbasis Gender
Data yang disajikan oleh Rumah Harapan GMIT menunjukkan pentingnya upaya pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender di NTT, khususnya di Kabupaten Kupang dan Kota Kupang. Peningkatan kesadaran korban untuk melapor merupakan langkah positif, namun perlu didukung oleh sistem dukungan yang komprehensif.
Perlu adanya peningkatan akses layanan bagi korban kekerasan, termasuk konseling, pendampingan hukum, dan pemulihan fisik dan psikologis. Selain itu, edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai kekerasan berbasis gender sangat penting untuk mengubah pola pikir dan perilaku yang mendukung kekerasan.
Penting juga untuk memperkuat kerjasama antar lembaga terkait, seperti kepolisian, pemerintah daerah, dan organisasi masyarakat sipil, dalam penanganan kasus kekerasan berbasis gender. Kolaborasi ini akan memastikan bahwa korban mendapatkan perlindungan dan keadilan yang dibutuhkan.
Data dari Rumah Harapan GMIT menjadi pengingat penting bagi kita semua untuk terus berupaya menciptakan lingkungan yang aman dan bebas dari kekerasan berbasis gender. Perlindungan perempuan dan anak merupakan tanggung jawab bersama, dan kita semua harus berperan aktif dalam mencegah dan menangani kekerasan.