Ustaz di Lombok Barat Cabuli Santriwati, Alasannya 'Mengijazahkan'
Seorang ustaz di Lombok Barat, NTB, ditetapkan sebagai tersangka atas pencabulan terhadap belasan santriwati dengan dalih 'mengijazahkan' doa agar mendapatkan pasangan dan keturunan baik.
Seorang ustaz di Pondok Pesantren di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), berinisial AF, telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus pencabulan terhadap sejumlah santriwatinya. Perbuatan bejat tersebut dilakukan AF sejak tahun 2015 hingga 2021, dengan jumlah korban mencapai sekitar sepuluh orang, menurut pengakuan AF sendiri. Kasus ini terungkap setelah beberapa korban, yang terinspirasi oleh film "Bidaah Walid", memberanikan diri melaporkan tindakan AF ke pihak kepolisian.
AF, yang juga menjabat sebagai ketua yayasan pondok pesantren tersebut, mengatakan bahwa motifnya melakukan pencabulan adalah untuk 'mengijazahkan' doa kepada para santriwati. Ia mengklaim tindakan tersebut bertujuan agar para santriwati mendapatkan pasangan yang baik dan keturunan yang baik di masa depan. "Hanya untuk mengajarkan doa kepada santriwati, sederhananya 'mengijazahkan' dengan harapan mereka kemudian bisa dapat pasangan yang baik, dan keturunan yang baik," ujar AF kepada penyidik.
Pernyataan AF tersebut tentu saja tidak dapat dibenarkan, baik secara hukum maupun agama. Polresta Mataram telah menetapkan AF sebagai tersangka setelah melakukan gelar perkara pada Rabu (23/4) malam. Saat ini, AF telah ditahan di Rutan Polresta Mataram. Tercatat hingga saat ini, sudah ada 13 korban yang melaporkan AF ke pihak kepolisian. Koalisi Stop Kekerasan Seksual (KSKS) NTB turut memberikan pendampingan hukum kepada para korban yang mengalami trauma akibat perbuatan AF.
Pengakuan dan Penyesalan Tersangka
Dalam pemeriksaan, AF mengakui perbuatannya dan menyatakan penyesalan yang mendalam. Ia menyadari bahwa tindakannya salah secara hukum dan agama. "Itu kekhilafan saya," kata AF. AF juga menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat, khususnya kepada para santriwati yang menjadi korban atas perbuatannya. "Atas perbuatan saya ini, saya minta maaf kepada para santriwati yang menjadi korban. Karena perbuatan saya telah menghancurkan segala-galanya. Menghancurkan diri kalian (santriwati), keluarga bahkan hati masyarakat," ucapnya dengan nada penyesalan.
AF mengaku tidak memiliki kriteria khusus dalam memilih korban. Ia menyatakan bahwa pemilihan korban dilakukan secara spontan. "Tidak ada pilih-pilih, suka pada saatnya kadang-kadang tertuju ke seseorang," jelasnya. Pernyataan ini menunjukkan betapa semena-mena dan tidak bertanggung jawabnya tindakan AF terhadap para santriwati yang seharusnya berada di bawah bimbingannya.
Kasus ini menjadi sorotan publik dan menggarisbawahi pentingnya perlindungan terhadap anak dan perempuan, khususnya di lingkungan pendidikan keagamaan. Perbuatan AF telah melanggar kepercayaan dan amanah yang diberikan kepadanya sebagai seorang ustaz dan pemimpin yayasan pondok pesantren. Semoga kasus ini dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk lebih meningkatkan kewaspadaan dan perlindungan terhadap potensi kekerasan seksual.
Proses Hukum dan Pendampingan Korban
Polresta Mataram menangani kasus ini dengan serius. Penetapan tersangka AF sebagai langkah awal dalam proses hukum yang akan berjalan. Penyidik akan terus mengumpulkan bukti dan keterangan untuk memperkuat kasus ini. Proses hukum yang adil dan transparan sangat penting untuk memberikan keadilan bagi para korban dan mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang.
Koalisi Stop Kekerasan Seksual (KSKS) NTB memberikan apresiasi kepada para korban yang berani melaporkan kasus ini ke polisi. Pendampingan hukum dan psikososial yang diberikan oleh KSKS NTB sangat penting untuk membantu para korban memulihkan diri dari trauma yang dialami. Dukungan dari berbagai pihak sangat dibutuhkan untuk memastikan agar para korban mendapatkan keadilan dan perlindungan yang layak.
Kasus ini juga menjadi pengingat pentingnya peran masyarakat dalam mencegah dan menangani kekerasan seksual. Kewaspadaan dan edukasi kepada masyarakat, khususnya di lingkungan pendidikan, sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang aman dan melindungi anak-anak dan perempuan dari kekerasan seksual.
Keberanian para korban dalam melaporkan kasus ini patut diapresiasi. Semoga kasus ini dapat menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap isu kekerasan seksual serta mendorong penegakan hukum yang lebih tegas dan efektif.