BI Bali Dorong Efisiensi Distribusi Hasil Panen Antisipasi Inflasi
Bank Indonesia Provinsi Bali berupaya meningkatkan efisiensi rantai distribusi hasil panen, khususnya beras, untuk mencegah inflasi tinggi menjelang hari besar keagamaan Maret-April 2025.

Denpasar, Bali (18/2) - Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali gencar mendorong efisiensi rantai distribusi hasil panen, terutama komoditas beras, guna mengantisipasi lonjakan inflasi menjelang hari besar keagamaan pada Maret-April 2025. Langkah ini dinilai krusial mengingat potensi peningkatan permintaan yang signifikan selama periode tersebut.
Perkuat Penggilingan Padi dan Optimalisasi Perumda
Kepala Perwakilan BI Bali, Erwin Soeriadimadja, menekankan pentingnya penguatan peran penggilingan padi lokal. "Peran penggilingan padi yang berada di Bali perlu diperkuat," ujarnya dalam keterangan pers di Denpasar. Selain itu, optimalisasi perusahaan umum daerah (Perumda) sebagai penampung hasil panen petani juga menjadi strategi kunci. Dengan begitu, diharapkan dapat memangkas rantai distribusi yang panjang dan kompleks.
Lebih lanjut, BI Bali juga mendorong implementasi sistem resi gudang. Sistem ini dinilai efektif untuk menjamin kepastian pasar bagi petani, sekaligus menjaga stabilitas harga. Dengan adanya resi gudang, petani memiliki jaminan penyimpanan dan penjualan hasil panen mereka, mengurangi risiko kerugian akibat fluktuasi harga.
Harga Gabah Rendah, Beras Tinggi: Sebuah Paradox
Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Bali menyoroti disparitas harga gabah dan beras. Erwin menjelaskan, harga gabah kering di tingkat petani masih relatif rendah, sementara harga beras di tingkat konsumen justru tinggi. Fenomena ini, menurutnya, disebabkan oleh distribusi gabah Bali ke luar daerah untuk diolah, kemudian berasnya dijual kembali di Bali dengan harga yang lebih mahal.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan rata-rata harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani Bali pada 2023 mencapai Rp5.593 per kilogram, sementara di tingkat penggilingan mencapai Rp5.709 per kilogram. Bandingkan dengan harga beras medium di 60 pasar Bali yang mencapai rata-rata Rp14.246 per kilogram, bahkan hingga Rp14.800 per kilogram di Jembrana.
Inflasi Terkendali, Namun Kewaspadaan Tetap Diperlukan
BI mencatat inflasi di Bali pada Januari 2025 mencapai 2,41 persen. Meskipun terkendali, potensi peningkatan inflasi menjelang Ramadhan, Nyepi, Idul Fitri, Galungan, dan Kuningan perlu diantisipasi. Komoditas yang berpotensi mengalami kenaikan harga antara lain hortikultura, bahan bakar rumah tangga, dan minyak goreng.
Dengan memperkuat efisiensi distribusi hasil panen, khususnya beras, diharapkan dapat menekan potensi inflasi dan menjaga stabilitas harga pangan di Bali. Langkah-langkah strategis yang diusulkan BI Bali ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi petani dan konsumen di Pulau Dewata.
Solusi Jangka Panjang: Integrasi Sistem dan Penguatan Infrastruktur
Selain solusi jangka pendek, BI Bali juga menekankan pentingnya pengembangan infrastruktur pendukung, seperti peningkatan kualitas jalan dan aksesibilitas ke pasar. Integrasi sistem informasi pasar juga sangat penting untuk memberikan gambaran yang akurat tentang pasokan dan permintaan komoditas pangan. Dengan demikian, strategi pengendalian inflasi dapat lebih tepat sasaran dan efektif.
Melalui kolaborasi yang kuat antara pemerintah, BI, dan seluruh pemangku kepentingan, diharapkan permasalahan disparitas harga dan potensi inflasi dapat diatasi secara berkelanjutan. Pentingnya transparansi dan akses informasi yang mudah bagi petani dan konsumen juga menjadi kunci keberhasilan upaya ini.