BI dan GMIT Sinergi Tingkatkan Produktivitas Beras NTT, Atasi Defisit Rp1,8 Triliun
Bank Indonesia (BI) NTT bersama Bulog, GMIT, dan Pemda NTT implementasikan GAP untuk meningkatkan produktivitas beras dan mengatasi defisit 150 ribu ton senilai Rp1,8 triliun.

Kupang, 30 April 2024 - Bank Indonesia (BI) Perwakilan Wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) berkolaborasi dengan Bulog Kanwil NTT, Gereja Injili Masehi di Timor (GMIT), dan Pemerintah Daerah (Pemda) NTT dalam mengimplementasikan Good Agriculture Practices (GAP) guna mengatasi permasalahan defisit beras di NTT. Defisit beras ini menjadi tantangan serius yang membutuhkan solusi kolaboratif dari berbagai pihak.
Kepala BI Perwakilan Wilayah NTT, Agus Sistyo Widjajati, mengungkapkan bahwa produksi beras di NTT hanya mencapai 450 ribu ton per tahun, sementara konsumsi masyarakat mencapai 600 ribu ton. Hal ini mengakibatkan defisit sebesar 150 ribu ton, atau setara dengan nilai ekonomi mencapai Rp1,8 triliun. Kondisi ini menjadi peluang sekaligus tantangan bagi petani NTT untuk meningkatkan produktivitas pertanian.
Penerapan GAP diharapkan mampu meningkatkan produktivitas pertanian di NTT secara signifikan. Program ini tidak hanya berfokus pada peningkatan hasil panen, tetapi juga mencakup aspek pengolahan hasil panen dan pengembangan produk turunan pertanian yang bernilai jual tinggi. Dengan demikian, diharapkan kesejahteraan petani dapat meningkat secara berkelanjutan.
Meningkatkan Produktivitas Beras melalui GAP
Implementasi GAP difokuskan pada pembinaan petani dalam memperbaiki teknik budidaya padi, mulai dari pengolahan lahan hingga pascapanen. Petani akan dibimbing untuk menerapkan praktik pertanian yang baik, termasuk penggunaan pupuk dan pestisida yang tepat, serta teknik pengairan yang efisien. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panen.
Selain itu, GAP juga menekankan pentingnya pengolahan hasil panen yang baik untuk menjaga kualitas beras dan memperpanjang masa simpan. Petani juga akan didorong untuk mengembangkan produk turunan beras, seperti tepung beras atau kerupuk beras, untuk meningkatkan nilai jual hasil pertanian mereka.
Kepala BI NTT menekankan pentingnya pengendalian sisi supply secara integratif dan terstruktur melalui praktik terbaik dan inovasi. Hal ini sejalan dengan semangat swasembada pangan dalam Asta Cita Kabinet Merah Putih dan Dasa Cita Provinsi NTT. Sinergi dan komitmen semua pihak sangat krusial untuk menjamin ketersediaan pasokan dan keterjangkauan harga beras, terutama di NTT.
Peran Pemerintah dan Mitra Kerja
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan NTT berperan aktif dalam pendampingan petani melalui Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL). PPL akan memberikan bimbingan teknis secara berkala kepada kelompok tani, sehingga petani dapat memperoleh solusi atas permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan bercocok tanam.
Keterlibatan GMIT dalam program ini diharapkan dapat memperkuat basis sosial dan spiritual petani, sehingga mereka memiliki motivasi dan semangat untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Kerjasama ini menunjukkan komitmen bersama untuk mengatasi masalah defisit beras di NTT melalui pendekatan yang holistik dan berkelanjutan.
Dengan mengoptimalkan potensi pertanian melalui penerapan GAP dan sinergi antar lembaga, diharapkan NTT dapat mengurangi ketergantungan pada pasokan beras dari luar daerah dan meningkatkan kesejahteraan para petani.
Program ini merupakan contoh nyata kolaborasi yang efektif antara pemerintah, lembaga keuangan, dan organisasi keagamaan dalam upaya mencapai ketahanan pangan di tingkat daerah. Keberhasilan program ini akan menjadi model bagi daerah lain di Indonesia yang menghadapi tantangan serupa.
Ke depan, perlu adanya evaluasi dan monitoring secara berkala untuk memastikan efektivitas program GAP dalam meningkatkan produktivitas beras di NTT. Hal ini penting untuk memastikan keberlanjutan program dan pencapaian target yang telah ditetapkan.