BKSDA Bengkulu Nonaktifkan Tiga Perangkap Harimau di Mukomuko
Setelah 21 hari tanpa hasil, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu menonaktifkan tiga perangkap harimau di Mukomuko, namun pemantauan dan investigasi terkait serangan harimau yang menewaskan warga dan sapi tetap berlanjut.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu telah menonaktifkan tiga perangkap harimau di Kabupaten Mukomuko. Perangkap-perangkap ini telah dipasang selama 21 hari, sejak insiden tewasnya seorang warga, Ibnu Oktavianto (22 tahun), dan ditemukannya seekor sapi mati dimangsa harimau di Desa Tunggal Jaya dan Desa Mekar Jaya, Kecamatan Teras Terunjam pada awal Januari 2024.
Kepala Resor BKSDA Kabupaten Mukomuko, Damin, menyatakan penonaktifan tiga perangkap berbentuk 'Box Trap' dilakukan bersama Polsek Teras Terunjam, Koramil, Babinsa, masyarakat, dan pemerintah desa setempat. Meskipun perangkap sudah dinonaktifkan, proses pemantauan, penelusuran, dan investigasi lebih lanjut tetap dilakukan. Tim Kementerian Kehutanan juga akan melanjutkan analisa terkait kasus ini.
Pemasangan perangkap selama 21 hari tersebut mengikuti standar operasional prosedur (SOP) BKSDA Bengkulu. Langkah ini diambil sebagai respon atas serangan harimau yang mengakibatkan korban jiwa dan kerugian materiil. Damin mengimbau warga untuk tetap waspada saat beraktivitas di luar rumah, mengingat harimau yang bertanggung jawab atas serangan tersebut masih berkeliaran di wilayah tersebut.
Dugaan sementara penyebab harimau turun gunung dan menyerang manusia serta ternak, menurut Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Provinsi Bengkulu, adalah menipisnya populasi babi hutan – mangsa utama harimau – akibat wabah African Swine Fever (ASF). Ketua Cabang PDHI Provinsi Bengkulu, Yeni Misra, menambahkan bahwa alih fungsi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit juga turut berkontribusi terhadap permasalahan ini.
Kejadian ini menyoroti pentingnya keseimbangan ekosistem dan dampak perubahan lingkungan terhadap satwa liar. Investigasi lebih lanjut akan terus dilakukan untuk mencari solusi jangka panjang dan mencegah kejadian serupa di masa mendatang. Upaya konservasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai mitigasi konflik satwa liar menjadi hal krusial yang perlu diperhatikan.
Selain penonaktifan perangkap, BKSDA Bengkulu juga akan terus meningkatkan patroli dan kerjasama dengan masyarakat untuk meminimalisir potensi konflik manusia-harimau. Langkah-langkah pencegahan dan sosialisasi kepada masyarakat sekitar hutan mengenai cara-cara aman beraktivitas di sekitar habitat harimau juga akan ditingkatkan.
Kasus ini mengingatkan kita akan pentingnya upaya pelestarian habitat satwa liar dan perlunya keseimbangan antara pembangunan dan konservasi alam. Kerjasama antara pemerintah, lembaga terkait, dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan permasalahan ini dan mencegah konflik serupa di masa depan. Semoga investigasi yang dilakukan dapat mengungkap lebih dalam penyebab peristiwa ini dan memberikan solusi yang tepat dan berkelanjutan.