BPKH Ajak Dunia Pendidikan Awasi Pengelolaan Dana Haji Rp171 Triliun
Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mengajak mahasiswa untuk mengawasi pengelolaan dana haji mencapai Rp171 triliun dan memanfaatkan keuntungannya untuk berbagai sektor, termasuk pendidikan.

Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mengajak civitas akademika untuk berpartisipasi dalam mengawasi pengelolaan dana haji. Hal ini disampaikan langsung oleh Anggota Dewan Pengawas BPKH, Mulyadi, dalam Seminar Nasional AppliedHE Xchange 2025 Universitas Sebelas Maret (UNS) di Bali, Senin (24/2). Seminar ini menjadi wadah bagi BPKH untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana umat yang mencapai jumlah fantastis.
Mulyadi menjelaskan bahwa pengelolaan dana haji merupakan hal baru bagi akademisi, mengingat sebelumnya hal ini berada di bawah Kementerian Agama. Kini, BPKH memegang tanggung jawab penuh atas pengelolaan dana haji yang pada tahun 2024 mencapai Rp171 triliun. Dari jumlah tersebut, BPKH berhasil memperoleh keuntungan lebih dari Rp11 triliun, yang seluruhnya dimanfaatkan untuk berbagai program, termasuk peningkatan saldo biaya haji.
Keuntungan yang signifikan ini membuka peluang riset bagi akademisi. "Dana tersebut memungkinkan akademisi untuk melakukan penelitian-penelitian terkait dengan bagaimana BPKH melakukan investasi dalam bentuk penempatan di perbankan syariah, kemudian dalam bentuk investasi surat berharga, investasi emas, investasi langsung, dan investasi lainnya," ujar Mulyadi. Transparansi menjadi kunci, sehingga mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi diajak berkolaborasi dan melihat langsung proses pengelolaan dana haji.
Transparansi dan Kolaborasi: Mengawal Dana Haji untuk Kemajuan Umat
Salah satu bukti nyata pemanfaatan keuntungan pengelolaan dana haji adalah penambahan saldo (top up) sebesar Rp30 juta untuk setiap jemaah haji. Hal ini memberikan keringanan biaya bagi para calon jemaah. Sebelumnya, calon jemaah haji reguler harus menabung hingga saldo mencapai Rp25 juta di bank sebelum dana tersebut dipindahkan ke BPKH dan masuk dalam antrian.
BPKH tidak hanya mengelola dana titipan jemaah haji, tetapi juga dana abadi umat dari Kementerian Agama. Keuntungan dari dana abadi umat ini digunakan untuk berbagai program kemaslahatan umat, termasuk di bidang pendidikan, kesehatan, sosial keagamaan, pemberdayaan ekonomi, dan sarana prasarana ibadah. Dengan demikian, biaya haji yang seharusnya Rp89,4 juta kini terbantu dengan tambahan Rp30 juta dari keuntungan BPKH.
"Harapannya adalah kami BPKH sebagai lembaga negara yang dibentuk oleh undang-undang, yang merupakan dana titipan dari jemaah itu transparan, akuntabel, syariah, bisa berkontribusi juga kepada dunia pendidikan," tegas Mulyadi. Keuntungan yang diperoleh juga dialokasikan untuk program pendidikan, seperti beasiswa dan program magang, serta mendukung penelitian mahasiswa.
Kerja Sama Riset dan Pengembangan Ekosistem Haji
Sebelum mengajak akademisi untuk berpartisipasi dalam pengawasan pengelolaan dana haji, BPKH telah menjalin beberapa kerja sama riset. Salah satu riset yang telah dilakukan adalah penelitian mengenai ekosistem haji. Hal ini menunjukkan komitmen BPKH dalam mendorong riset dan pengembangan di bidang pengelolaan keuangan haji.
Dengan melibatkan dunia pendidikan, BPKH berharap dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana haji. Kolaborasi ini juga diharapkan dapat menghasilkan inovasi dan strategi pengelolaan dana yang lebih efektif dan efisien, serta memberikan manfaat yang lebih besar bagi umat.
Partisipasi aktif mahasiswa dan akademisi dalam mengawasi pengelolaan dana haji sangat penting untuk memastikan bahwa dana tersebut dikelola secara bertanggung jawab dan memberikan manfaat optimal bagi seluruh jemaah haji dan umat Islam di Indonesia. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci keberhasilan pengelolaan dana haji yang amanah dan berkelanjutan.