Danantara Gelontorkan Rp1,5 Triliun, Solusi Pembelian Gula Petani yang Menumpuk di Gudang
Danantara Indonesia siap mengucurkan dana Rp1,5 triliun untuk pembelian gula petani yang menumpuk, memberikan harapan baru bagi para petani tebu di tengah harga jual yang rendah.

Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara, atau Danantara Indonesia, siap mengucurkan dana sebesar Rp1,5 triliun. Dana ini dialokasikan khusus untuk pembelian gula pasir milik petani yang menumpuk di gudang pabrik.
Langkah strategis ini menyusul belum terjualnya ribuan ton gula petani di berbagai daerah. Di antaranya adalah Pabrik Gula (PG) Assembagoes, Situbondo, Jawa Timur, yang mengalami penumpukan stok.
Kondisi ini telah menyebabkan kerugian signifikan bagi para petani tebu karena pembayaran belum dapat dilakukan. Informasi kucuran dana ini diperoleh setelah Asosiasi Petani Tebu Indonesia (APTRI) berkoordinasi dengan kementerian terkait.
Tumpukan Gula dan Anjloknya Harga di Situbondo
Di PG Assembagoes, Situbondo, ribuan ton gula pasir petani telah menumpuk di gudang selama sebulan terakhir. Sekretaris APTRI Cabang Kecamatan Assembagoes, Herman Fauzi, mengungkapkan bahwa kondisi ini sangat memprihatinkan karena gula belum juga terserap pasar.
Manajemen PG Assembagoes mencatat sekitar 5.000 ton gula pasir petani belum terjual ke pedagang. General Manager PG Assembagoes Situbondo, Mulyono, menjelaskan bahwa selama lebih dari empat periode atau sekitar satu bulan, gula pasir tersebut tersimpan di gudang pabrik. Akibatnya, pihak pabrik belum dapat melakukan pembayaran kepada petani yang tebunya telah digiling.
Harga gula pasir dari PG Assembagoes ditawar pedagang di bawah Harga Acuan Penjualan (HAP) yang ditetapkan sebesar Rp14.500 per kilogram. Penawaran yang masuk berkisar antara Rp14.200 hingga Rp14.350 per kilogram, jauh di bawah harapan petani yang membutuhkan kepastian harga.
Peredaran Gula Rafinasi Diduga Jadi Biang Kerok
Herman Fauzi menduga bahwa tawaran harga gula petani yang rendah saat ini disebabkan oleh peredaran gula rafinasi di pasaran. Padahal, gula rafinasi seharusnya hanya diperuntukkan bagi pengolahan bahan industri makanan dan minuman, bukan untuk konsumsi langsung.
Namun, dalam praktiknya, gula rafinasi disinyalir banyak beredar untuk konsumsi harian masyarakat. Hal ini menyebabkan persaingan harga yang tidak sehat dan menekan harga jual gula pasir produksi petani, yang secara kualitas lebih cocok untuk konsumsi rumah tangga.
Gula rafinasi memiliki karakteristik warna yang sangat putih dan tidak semanis gula pasir pada umumnya. Selain itu, harganya cenderung lebih murah, menjadikannya pilihan bagi sebagian konsumen yang tidak memahami peruntukannya dan dampak pada stabilitas harga gula petani.
Dengan adanya kucuran dana dari Danantara Indonesia melalui PT Sinergi Gula Nusantara (SGN), diharapkan masalah penumpukan dan anjloknya harga gula petani dapat segera teratasi. Langkah ini menjadi angin segar bagi ribuan petani tebu yang selama ini menghadapi tantangan besar dalam memasarkan hasil panen mereka.