DPR Panggil Mendagri Terkait Penundaan Pelantikan Kepala Daerah
Komisi II DPR memanggil Mendagri Tito Karnavian untuk menjelaskan penundaan pelantikan kepala daerah terpilih Pilkada 2024 yang dinilai melanggar aturan dan dilakukan sepihak.
![DPR Panggil Mendagri Terkait Penundaan Pelantikan Kepala Daerah](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/03/120051.221-dpr-panggil-mendagri-terkait-penundaan-pelantikan-kepala-daerah-1.jpg)
Anggota Komisi II DPR RI, Mohammad Toha, mengungkapkan pemanggilan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian pada 3 Februari 2025. Pemanggilan ini bertujuan meminta klarifikasi terkait penundaan pelantikan kepala daerah yang semula dijadwalkan pada 18-20 Februari 2025.
Toha menyoroti keputusan penundaan tersebut yang dianggapnya menyalahi aturan karena Komisi II DPR RI tidak dilibatkan. Ia menekankan pentingnya keterlibatan DPR dalam hal-hal yang berkaitan dengan kepemiluan, sesuai aturan yang berlaku. Menurutnya, keputusan penundaan ini merupakan keputusan sepihak dari Kemendagri.
Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) pada 22 Februari 2024, Komisi II DPR RI bersama Kemendagri, KPU, Bawaslu, dan DKPP telah menyepakati pelantikan 296 kepala daerah terpilih hasil Pilkada serentak 2024 (tanpa sengketa MK) pada 6 Februari 2025 di Ibu Kota Negara.
Namun, keputusan RDPU tersebut mengabaikan Putusan MK Nomor 27/PUU-XXII/2024 yang mengatur pelantikan serentak kepala daerah setelah MK menyelesaikan perselisihan hasil pilkada. Kecuali untuk daerah yang memiliki sengketa dan diputuskan untuk pemilihan ulang, atau pemungutan suara ulang, atau penghitungan suara ulang.
Bahkan sebelum RDPU, Komisi II telah meminta agar keputusan RDPU sesuai dengan Putusan MK. Meskipun Putusan MK terkait pemilu atau pilkada termasuk open legal policy, DPR tetap dapat melakukan constitutional engineering, selama tidak bertentangan dengan UUD 1945.
Keputusan RDPU juga dinilai berusaha menganulir Perpres Nomor 80 Tahun 2024 tentang pelantikan serentak gubernur/wagub pada 7 Februari 2025, dan bupati/wabup serta walikota/wawalkot pada 10 Februari 2025. Dasar hukum pelantikan kepala daerah tercantum dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, khususnya pasal 163 (1), 164 (1), dan 164B.
Toha sempat mengusulkan pelantikan serentak oleh Presiden di Ibu Kota Negara demi efisiensi anggaran dan kinerja. Namun, Komisi II mengikuti keputusan RDPU untuk pelantikan bertahap dimulai 6 Februari 2025 untuk kepala daerah tanpa sengketa di MK. Oleh karena itu, penundaan mendadak oleh Kemendagri tanpa diskusi dengan Komisi II dianggapnya melanggar aturan.
Toha menambahkan informasi bahwa MK berencana membacakan putusan dismissal untuk 310 sengketa Pilkada Serentak 2024 pada 4 dan 5 Februari 2025. Ia juga menyoroti perlunya antisipasi terhadap daerah yang harus melakukan PSU atau Pilkada ulang berdasarkan putusan MK, termasuk dua daerah yang kalah dengan kotak kosong.
Sebagai solusi, Toha mengusulkan pelantikan serentak untuk tahap kedua dan penyesuaian UU Pilkada agar pada Pilkada 2029, daerah yang mengikuti pelantikan serentak tahap II ikut dalam pelantikan serentak tahap I. Tujuannya agar tidak mengacaukan keserentakan Pilkada Nasional yang telah direncanakan dalam lima gelombang (2015, 2017, 2018, 2020, 2024).