DPRD Banten Desak Pemerintah Bangun Hunian Tetap untuk Korban Bencana Alam Lebak
Anggota DPRD Banten mendesak pemerintah pusat dan daerah segera membangun hunian tetap bagi 135 KK korban bencana alam di Lebak yang masih tinggal di tempat sementara tidak layak huni sejak 2020.

Lebak, 14 Mei 2025 - Anggota DPRD Provinsi Banten, Asep Awaludin, menyoroti kondisi memprihatinkan 135 kepala keluarga (KK) korban bencana alam di Kecamatan Lebak Gedong, Kabupaten Lebak. Ke-135 KK tersebut masih mendiami hunian sementara yang tidak layak huni sejak bencana alam melanda pada 1 Januari 2020. Asep mendesak pemerintah untuk segera membangun hunian tetap (huntap) bagi para korban.
Kondisi tempat tinggal sementara di Blok Cigobang sangat memprihatinkan. Hunian yang terbuat dari terpal plastik dan beralaskan tanah ini tidak layak huni, terlebih saat musim hujan dan kemarau. Anak-anak penghuni seringkali terserang penyakit, seperti gatal-gatal dan ISPA. "Kita sangat prihatin korban bencana alam itu selama lima tahun tinggal di hunian sementara dengan kondisi tidak layak," ungkap Asep Awaludin usai meninjau lokasi, Rabu (14/5).
Desakan pembangunan huntap ini muncul setelah Asep Awaludin sendiri menginap di hunian sementara tersebut. Pengalaman langsung ini semakin menguatkan keprihatinannya dan mendesaknya untuk memperjuangkan hak-hak para korban bencana. Beliau merasakan langsung betapa sulitnya kehidupan di tempat yang jauh dari layak huni tersebut.
Kondisi Memprihatinkan Warga Korban Bencana
Warga korban bencana alam di Blok Cigobang hidup dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Hunian sementara mereka yang terbuat dari terpal rentan bocor saat hujan dan panas terik saat kemarau. Kondisi ini berdampak pada kesehatan penghuninya, terutama anak-anak yang rentan terhadap penyakit.
Kepala Desa Banjarsari, Haemi, menyampaikan keinginan warganya untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak. "Warga korban bencana alam menginginkan kehidupan yang lebih layak, karena mereka sudah lima tahun tinggal di tempat sementara dengan kondisi memprihatinkan," kata Haemi. Ia pun turut mendesak pemerintah untuk segera merealisasikan pembangunan huntap.
Pemerintah Kabupaten Lebak mengakui keterlambatan pembangunan huntap ini. Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Lebak, Budi Santoso, menyampaikan permohonan maaf atas keterlambatan tersebut. Ia menjelaskan beberapa kendala teknis dan administratif yang menghambat proses pembangunan.
Salah satu kendala utama adalah penolakan warga untuk direlokasi ke lokasi yang jauh dari Cigobang, karena ketergantungan mereka pada lahan pertanian di sekitar lokasi tersebut. Selain itu, sulitnya mencari lahan legal yang berada di luar kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) juga menjadi tantangan.
Upaya Pemerintah dan Solusi yang Diharapkan
Meskipun menghadapi kendala, pemerintah Kabupaten Lebak telah berupaya untuk mengatasi permasalahan ini. Pada September 2022, lahan seluas 45 hektare berhasil dikeluarkan dari kawasan hutan. Dari lahan tersebut, sekitar 5,4 hektare dapat digunakan untuk membangun 221 unit hunian tetap.
Rekomendasi dari BNPB telah keluar pada 26 September 2024, dan pembangunan huntap akan ditangani oleh Kementerian PUPR. Hasil rapat koordinasi terakhir pada 15 April 2025 yang melibatkan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman diharapkan dapat merealisasikan pembangunan huntap tersebut.
Pemerintah daerah berharap pembangunan huntap dapat segera direalisasikan untuk memberikan kehidupan yang lebih layak bagi para korban bencana alam di Blok Cigobang. Kehidupan yang lebih sehat dan layak menjadi harapan utama bagi mereka yang telah lima tahun hidup dalam kondisi memprihatinkan.
Dengan terbangunnya huntap, diharapkan warga dapat hidup dengan lebih layak dan terbebas dari ancaman penyakit akibat kondisi tempat tinggal yang tidak memadai. Hal ini juga akan memberikan rasa keadilan dan kepastian bagi warga yang telah lama menunggu solusi atas permasalahan tempat tinggal mereka.