Dugaan Dana Desa Digunakan untuk Judi Online: DPR Minta Proses Hukum
Temuan PPATK soal dugaan penyalahgunaan dana desa untuk judi online di Sumut membuat Komisi II DPR meminta agar kasus tersebut diproses secara hukum dan pengawasan diperketat.

Dugaan penyalahgunaan dana desa untuk judi online (judol) tengah menjadi sorotan. Temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menemukan indikasi tersebut di Sumatera Utara, khususnya penggunaan dana desa oleh enam kepala desa untuk aktivitas judi online, telah mendorong Komisi II DPR RI untuk mengambil sikap tegas.
Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, menyatakan bahwa jika temuan PPATK terbukti, maka kasus ini harus segera diproses secara hukum. Pernyataan tersebut disampaikan usai menghadiri acara Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI di Jakarta, Kamis lalu. Rifqinizamy menekankan pentingnya penyelesaian hukum atas kasus ini. Menurutnya, langkah hukum merupakan satu-satunya jalan untuk memberikan efek jera dan menyelesaikan masalah ini.
Komisi II DPR RI berencana untuk meminta Kementerian Dalam Negeri meningkatkan pengawasan penggunaan dana desa. Hal ini dilakukan untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan. Rifqinizamy melihat adanya dua kelemahan utama yang memungkinkan terjadinya kasus ini: lemahnya pengawasan dan lemahnya penegakan hukum.
Lebih lanjut, Komisi II DPR memiliki wewenang untuk mengawasi bidang pemerintahan dalam negeri, pertanahan, dan pemberdayaan aparatur. Dengan kewenangan ini, komisi akan turut memastikan proses hukum berjalan dengan lancar dan pengawasan ditingkatkan.
Sebelumnya, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana telah mengonfirmasi temuan lembaga tersebut. PPATK menemukan dugaan penyelewengan dana desa di salah satu kabupaten di Sumatera Utara. Setidaknya, enam kepala desa diduga menggunakan dana desa untuk judi online dengan total nilai yang bervariasi, dari Rp50 juta hingga Rp260 juta per kepala desa.
Total dugaan dana desa yang digunakan untuk judi online di kabupaten tersebut mencapai sekitar Rp40 miliar. PPATK juga menduga modus serupa mungkin terjadi di daerah lain, sehingga diperlukan pengawasan yang lebih ketat di seluruh Indonesia.
Temuan PPATK ini menimbulkan kekhawatiran tentang pengelolaan dana desa dan dampaknya terhadap pembangunan desa. Oleh karena itu, tindakan tegas dan peningkatan pengawasan sangat diperlukan untuk memastikan dana desa digunakan sesuai peruntukannya dan mencegah penyalahgunaan dana negara.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana desa. Komitmen DPR dan pemerintah untuk menindak tegas pelaku dan memperkuat sistem pengawasan diharapkan dapat mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang, serta memastikan dana desa dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat.