Eks Kadisparpora Serang Dituntut 5 Tahun Penjara Kasus Korupsi Lahan Stadion MY
Mantan Kepala Disparpora Kota Serang, Sarnata, dituntut 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta terkait kasus korupsi penyewaan lahan Stadion Maulana Yusuf, yang merugikan negara hingga Rp564 juta, sementara rekannya dituntut 5 tahun 3 bulan penjara.
![Eks Kadisparpora Serang Dituntut 5 Tahun Penjara Kasus Korupsi Lahan Stadion MY](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/05/000034.217-eks-kadisparpora-serang-dituntut-5-tahun-penjara-kasus-korupsi-lahan-stadion-my-1.jpg)
Mantan Kepala Dinas Pariwisata, Kepemudaan, dan Olahraga (Disparpora) Kota Serang, Sarnata, didakwa dalam kasus korupsi dan dituntut hukuman 5 tahun penjara. Kasus ini terkait penyewaan lahan kosong di Stadion Maulana Yusuf (MY) untuk lapak pedagang, yang merugikan negara hingga ratusan juta rupiah. Sidang tuntutan digelar di Pengadilan Negeri Tipikor Serang pada Selasa, 4 Juli 2024.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Serang, Endo Prabowo, menyatakan Sarnata terbukti melanggar Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Selain hukuman penjara, Sarnata juga dituntut membayar denda Rp200 juta dengan subsider 4 bulan kurungan. Lebih lanjut, JPU meminta Sarnata membayar uang pengganti sebesar Rp107 juta; jika tak mampu, hukuman penjara 2 tahun 10 bulan akan ditambahkan.
Kasus ini bermula dari permohonan penyewaan lahan dari pihak swasta, Basyar Alhafi, pada Juni 2023. Permohonan tersebut diproses oleh Sarnata tanpa melalui prosedur yang seharusnya dijalankan. Seharusnya, sebelum ada pengelolaan aset pemerintah, pihak ketiga wajib membayar sewa minimal dua hari sebelum penandatanganan perjanjian kerja sama (PKS).
Namun, kenyataannya, uang sewa tidak dibayar, dan tidak ada pemasukan ke kas daerah. Perhitungan jasa pelayanan penilai publik (KJPP) menunjukkan nilai yang seharusnya diterima negara mencapai Rp483 juta. Basyar Alhafi sendiri telah membangun 71 kios dengan biaya sewa Rp12 juta per lima tahun, mengumpulkan Rp456,7 juta. Kerugian negara mencapai Rp564 juta karena penandatanganan PKS tidak sesuai dengan hasil perhitungan KJPP.
Terdakwa Basyar Alhafi, pihak swasta penyewa lahan, juga dituntut hukuman 5 tahun 3 bulan penjara, subsider 4 bulan, dan denda Rp200 juta subsider 4 bulan penjara. Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp456 juta atau menjalani hukuman 3 tahun 6 bulan jika tak mampu membayar. Proses hukum ini menjadi sorotan karena menunjukan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan aset pemerintah.
Ketidakpatuhan terhadap prosedur dalam perjanjian kerja sama tersebut mengakibatkan kerugian negara yang signifikan. Kasus ini menjadi pelajaran berharga terkait pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan aset negara. Proses hukum yang berjalan diharapkan dapat memberikan efek jera dan menjadi contoh bagi pengelola aset pemerintah lainnya.
Kesimpulannya, kasus korupsi ini menyoroti pentingnya mengikuti prosedur yang benar dalam pengelolaan aset pemerintah untuk menghindari kerugian negara. Kedua terdakwa terbukti melanggar hukum dan menghadapi tuntutan hukuman yang cukup berat.