FK KBIHU Usul Satu Pembimbing Haji untuk 90 Jamaah
Forum Komunikasi Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (FK KBIHU) mengusulkan revisi UU agar satu pembimbing haji dapat membimbing 90 jamaah, demi efisiensi dan efektivitas bimbingan.

Jakarta, 18 Februari 2024 - Forum Komunikasi Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (FK KBIHU) baru-baru ini mengajukan usulan revisi pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Usulan tersebut berfokus pada rasio pembimbing haji terhadap jumlah jamaah yang dibimbing. Mereka mengusulkan agar satu pembimbing haji dari KBIHU dapat membimbing hingga 90 jamaah.
Rasio Pembimbing dan Jamaah Haji
Wakil Ketua Umum FK KBIHU, KH Sunidja, menjelaskan alasan di balik usulan tersebut dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi VIII DPR RI. Dalam RDPU yang juga dihadiri Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) tersebut, KH Sunidja menyampaikan, "Idealnya, satu orang pembimbing mendampingi 45 orang, satu rombongan. Tetapi kami menyadari barangkali karena nanti berpotensi mengambil porsinya jamaah, maka menurut kami, setidaknya 90 orang atau dua rombongan dengan satu pembimbing."
Saat ini, UU Nomor 8 Tahun 2019 mengatur bahwa satu pembimbing KBIHU harus membimbing minimal 135 jamaah haji (Pasal 56 ayat (2) poin b). FK KBIHU berpendapat bahwa rasio 90 jamaah per pembimbing akan lebih efisien dan efektif. "Sembilan puluh orang dengan satu pembimbing itu agar tidak terlalu berat dan efektif," tambah KH Sunidja.
Efisiensi dan Efektivitas Bimbingan Haji
Usulan ini diajukan dengan pertimbangan efisiensi dan efektivitas bimbingan. Dengan rasio yang lebih rendah, diharapkan para pembimbing dapat memberikan perhatian yang lebih optimal kepada setiap jamaah. Meskipun idealnya satu pembimbing menangani 45 jamaah, FK KBIHU menyadari potensi kendala yang mungkin terjadi, sehingga angka 90 jamaah dianggap sebagai kompromi yang realistis.
Partisipasi Masyarakat dalam Revisi UU
Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid (HNW), sebelumnya telah mengajak masyarakat untuk aktif berpartisipasi dalam memberikan masukan terkait revisi UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Beliau menekankan pentingnya partisipasi masyarakat yang bermakna (“meaningful participation”) untuk menghasilkan regulasi yang berkualitas. Berbagai elemen masyarakat, termasuk pemerhati haji dan umrah, penyelenggara, asosiasi, ormas Islam, dan masyarakat umum, didorong untuk menyampaikan aspirasi mereka.
HNW berharap partisipasi aktif ini dapat memperkaya perspektif dalam penyusunan revisi UU, sehingga menghasilkan regulasi yang komprehensif dan mengakomodasi berbagai kepentingan. "Supaya perspektif penyusunan revisi bisa semakin luas sehingga dapat menghasilkan muatan-muatan UU yang komprehensif,” ujar HNW.
Kesimpulan
Usulan FK KBIHU tentang rasio pembimbing haji ini menjadi bagian penting dari proses revisi UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Diskusi dan masukan dari berbagai pihak, termasuk masyarakat umum, sangat krusial untuk menghasilkan regulasi yang optimal dan mampu meningkatkan kualitas layanan ibadah haji dan umrah di masa mendatang. Proses revisi ini diharapkan dapat menghasilkan kebijakan yang lebih efektif dan efisien dalam penyelenggaraan ibadah haji, sekaligus memastikan kenyamanan dan kelancaran perjalanan ibadah bagi seluruh jamaah.