Kemenag Usul Revisi UU Haji: Anggaran Biaya Ibadah Haji Butuh Dukungan APBN
Kementerian Agama (Kemenag) mengusulkan revisi UU Haji agar anggaran biaya penyelenggaraan ibadah haji mendapat dukungan resmi dari APBN guna mengatasi kendala pendanaan.

Kementerian Agama (Kemenag) meminta dukungan DPR RI untuk merevisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Permintaan ini difokuskan pada pengaturan dukungan anggaran biaya penyelenggaraan ibadah haji dari APBN. Hal ini disampaikan langsung oleh Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag, Hilman Latief, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Panitia Kerja (Panja) Penyelenggaraan Haji dan Umrah Komisi VIII DPR RI di Jakarta, Kamis (20/2).
Menurut Hilman, revisi UU Haji sangat diperlukan untuk mengatasi kendala pendanaan penyelenggaraan ibadah haji dari APBN. Selama ini, anggaran yang tersedia seringkali tidak cukup fleksibel untuk memenuhi kebutuhan operasional. Ia menjelaskan bahwa kendala tersebut meliputi terbatasnya anggaran biaya operasional layanan dasar di satuan kerja (satker), seperti operasional perkantoran, listrik, dan jasa lainnya.
Selain itu, terdapat kendala dalam hal anggaran yang mendukung layanan ibadah haji dari dana operasional Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Oleh karena itu, Kemenag mengusulkan agar revisi UU Haji mengatur pemanfaatan Dana Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) untuk operasional petugas haji. Hilman menekankan pentingnya pengaturan ini dengan tetap mengedepankan prinsip efektif, efisien, dan ekonomis.
Revisi UU Haji: Solusi Atasi Kendala Anggaran
Hilman Latief menjelaskan lebih lanjut mengenai urgensi revisi UU Haji. Ia menyatakan bahwa pendanaan dari APBN selama ini kurang fleksibel dalam memenuhi kebutuhan penyelenggaraan ibadah haji. "Kami mohon pada pimpinan dan anggota Komisi VIII yang terhormat agar kebijakan dukungan anggaran biaya penyelenggaraan ibadah haji menjadi salah satu bahan yang dapat dipertimbangkan, menjadi bagian penting dalam revisi UU," ujar Hilman dalam RDP tersebut. Menurutnya, klausul tambahan dalam revisi UU Haji akan memungkinkan penggunaan dana BPIH untuk operasional petugas haji.
Dengan adanya revisi UU ini, diharapkan permasalahan pendanaan penyelenggaraan ibadah haji dapat teratasi. Kemenag berharap DPR RI dapat mendukung usulan ini demi kelancaran penyelenggaraan ibadah haji setiap tahunnya. Revisi UU ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan fleksibilitas dalam pengelolaan anggaran, sehingga penyelenggaraan ibadah haji dapat berjalan lebih optimal dan efisien.
Kemenag juga menekankan pentingnya pengaturan yang jelas mengenai penggunaan dana BPIH untuk operasional petugas haji. Hal ini bertujuan untuk memastikan penggunaan dana tersebut tepat sasaran dan sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan yang baik. Dengan demikian, diharapkan revisi UU Haji dapat memberikan solusi yang komprehensif terhadap kendala pendanaan yang selama ini dihadapi.
Penjelasan Lebih Lanjut Mengenai Kendala Anggaran
Beberapa kendala spesifik yang dihadapi Kemenag dalam hal anggaran biaya penyelenggaraan ibadah haji antara lain:
- Terbatasnya anggaran biaya operasional layanan dasar pada satuan kerja (satker).
- Keterbatasan anggaran yang dapat mendukung layanan ibadah haji dari dana operasional BPKH.
- Kurangnya fleksibilitas pendanaan dari APBN dalam memenuhi kebutuhan penyelenggaraan ibadah haji.
Dengan adanya revisi UU Haji yang mengatur dukungan anggaran dari APBN dan pemanfaatan dana BPIH untuk operasional petugas haji, diharapkan kendala-kendala tersebut dapat diatasi secara efektif dan efisien. Hal ini akan memastikan penyelenggaraan ibadah haji dapat berjalan lancar dan memberikan pelayanan terbaik bagi para jamaah.
Revisi UU Haji ini diharapkan dapat memberikan solusi jangka panjang bagi permasalahan pendanaan penyelenggaraan ibadah haji. Dengan dukungan DPR RI, diharapkan revisi ini dapat segera diimplementasikan sehingga penyelenggaraan ibadah haji di masa mendatang dapat berjalan lebih baik dan terbebas dari kendala pendanaan.