GMIT Tangani 67 Jenazah PMI Asal NTT Sepanjang 2024: Mayoritas Laki-laki Usia Produktif
Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) telah menangani 67 jenazah pekerja migran Indonesia (PMI) asal Nusa Tenggara Timur (NTT) pada tahun 2024, mayoritas laki-laki usia produktif yang bekerja di luar negeri.

Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) melalui Rumah Harapan melaporkan telah menangani 67 jenazah pekerja migran Indonesia (PMI) asal Nusa Tenggara Timur (NTT) sepanjang tahun 2024. Data ini diperoleh dari laporan Rumah Harapan GMIT di Kupang pada tanggal 10 Maret 2024. Angka tersebut hampir setengah dari total 125 jenazah PMI asal NTT yang ditangani oleh Balai Pelayanan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Nusa Tenggara Timur (BP3MI NTT) pada periode yang sama. Mayoritas jenazah yang ditangani GMIT adalah laki-laki yang bekerja di luar negeri, terutama di Malaysia.
Ketua Pengurus Rumah Harapan GMIT, Ferderika Tadu Hungu, mengungkapkan bahwa dari 67 jenazah PMI asal NTT yang ditangani, 48 jenazah merupakan laki-laki dan sisanya perempuan. Ini menunjukkan persentase kematian PMI laki-laki mencapai 72 persen, sementara perempuan 28 persen. Kematian tersebut diduga terkait dengan sejumlah faktor, seperti pola hidup tidak sehat, beban kerja tinggi, dan minimnya akses layanan kesehatan karena kurangnya dokumen resmi seperti paspor dan kontrak kerja.
Lebih lanjut, Ibu Ferderika menjelaskan bahwa mayoritas PMI asal NTT yang meninggal dunia berada pada usia produktif. Sebanyak 26,16 persen berada pada rentang usia 41-50 tahun, dan 19,51 persen pada rentang usia 31-40 tahun. Kondisi ini menunjukkan bahwa para PMI tersebut merupakan pekerja keras yang seringkali mengabaikan pentingnya mengurus dokumen dan melaporkan diri ke KBRI/KJRI setempat, bahkan hingga bekerja melebihi masa kontrak kerja atau tanpa dokumen yang lengkap.
Faktor Risiko Kematian PMI Asal NTT
Tingginya angka kematian PMI asal NTT, khususnya laki-laki usia produktif, menunjukkan adanya sejumlah faktor risiko yang perlu diperhatikan. Beban kerja yang berat, terutama bagi mereka yang bekerja di perkebunan kelapa sawit, seringkali membuat mereka mengabaikan kesehatan. Kurangnya akses layanan kesehatan karena masalah administrasi keimigrasian juga menjadi faktor penting. Banyak PMI bekerja tanpa dokumen resmi atau dokumen mereka dipegang oleh majikan, membuat mereka rentan terhadap eksploitasi dan kesulitan mendapatkan perawatan medis.
Selain itu, bekerja melebihi batas waktu kontrak (over stay) dan tidak memperpanjang kontrak kerja juga meningkatkan risiko kematian. Kondisi ini menunjukkan perlunya peningkatan kesadaran dan edukasi bagi para PMI tentang pentingnya mengurus dokumen dan mematuhi peraturan keimigrasian di negara penempatan.
Rumah Harapan GMIT secara aktif mengimbau jemaatnya untuk selalu melengkapi dan memperbarui dokumen keimigrasian sebelum dan selama bekerja di luar negeri. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir risiko yang dapat menyebabkan kematian dan memastikan perlindungan bagi para PMI asal NTT.
Imbauan dan Pencegahan
GMIT melalui Rumah Harapan terus berupaya memberikan edukasi dan pendampingan kepada para PMI asal NTT agar mereka lebih memahami hak dan kewajiban mereka sebagai pekerja migran. Imbauan untuk melengkapi dokumen dan selalu memperbaharui dokumen secara berkala disampaikan secara rutin melalui mimbar gereja. Pihak GMIT juga berkoordinasi dengan instansi terkait untuk memberikan perlindungan dan bantuan kepada para PMI yang mengalami kesulitan.
Pentingnya kesadaran dan kepatuhan terhadap peraturan keimigrasian menjadi kunci utama dalam mencegah angka kematian PMI asal NTT. Dengan melengkapi dokumen dan melaporkan diri ke KBRI/KJRI setempat, para PMI dapat memperoleh akses layanan kesehatan dan perlindungan hukum yang lebih baik, sehingga risiko kematian dapat diminimalisir.
Upaya kolaborasi antara GMIT, pemerintah, dan berbagai pihak terkait sangat diperlukan untuk memberikan perlindungan dan meningkatkan kesejahteraan para PMI asal NTT yang bekerja di luar negeri. Pencegahan yang komprehensif, mulai dari edukasi hingga pengawasan, sangat penting untuk mengurangi angka kematian PMI dan memastikan mereka dapat bekerja dengan aman dan terlindungi.