Hakim Aktif Akui Dimintai Pengacara untuk Bebaskan Ronald Tannur
Hakim nonaktif Erintuah Damanik mengaku diminta pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat, untuk membebaskan kliennya dengan imbalan uang dalam kasus dugaan suap yang menyeret beberapa pihak.

Hakim nonaktif Pengadilan Negeri Surabaya, Erintuah Damanik, menjadi saksi kunci dalam kasus dugaan suap yang terkait dengan vonis bebas terpidana kasus pembunuhan, Ronald Tannur. Sidang yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Senin, mengungkap fakta mengejutkan terkait keterlibatan pengacara Tannur, Lisa Rachmat, dalam upaya mempengaruhi putusan hakim.
Permintaan untuk membebaskan Ronald Tannur disampaikan Lisa Rachmat kepada Erintuah sebelum persidangan perdana dimulai pada 19 Maret 2024. Erintuah mengungkapkan bahwa Lisa Rachmat menyerahkan amplop berisi uang kepada dirinya, seraya mengatakan bahwa penuntut umum dan penyidik telah 'diamankan'. Uang tersebut diduga sebagai suap untuk memastikan vonis bebas bagi Ronald Tannur.
Peristiwa ini berujung pada vonis bebas Ronald Tannur setelah majelis hakim bermusyawarah. Setelahnya, Lisa Rachmat kembali menghubungi Erintuah dan memberikan uang sebesar 140 ribu dolar Singapura (sekitar Rp1,66 miliar) pada 1 Juni 2024. Uang tersebut kemudian dibagikan kepada majelis hakim, Ketua PN Surabaya, dan panitera pengganti.
Uang Suap dan Jaringan Korupsi
Kasus ini tidak hanya melibatkan Erintuah Damanik dan Lisa Rachmat. Mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, juga menjadi terdakwa dalam kasus dugaan pemufakatan jahat berupa pembantuan suap. Zarof didakwa menerima suap sebesar Rp5 miliar dan gratifikasi senilai Rp915 miliar serta emas seberat 51 kilogram. Pemufakatan jahat ini diduga dilakukan bersama Lisa Rachmat untuk menyuap Hakim Ketua MA Soesilo dalam perkara Ronald Tannur di tingkat kasasi.
Selain Zarof Ricar, hakim nonaktif PN Surabaya, Mangapul, juga memberikan kesaksian. Mangapul turut menerima bagian dari uang suap yang diberikan Lisa Rachmat. Kasus ini juga menyeret Meirizka, yang diduga memberikan suap kepada tiga hakim di PN Surabaya sebesar Rp4,67 miliar untuk membebaskan Ronald Tannur.
Lisa Rachmat sendiri didakwa memberikan suap kepada hakim di PN Surabaya senilai Rp1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura, serta suap kepada MA sebesar Rp5 miliar untuk memengaruhi putusan kasus Ronald Tannur di tingkat pertama dan kasasi. Kasus ini mengungkap jaringan korupsi yang melibatkan berbagai pihak, mulai dari pengacara, hakim, hingga pejabat MA.
Proses Hukum dan Sanksi
Erintuah Damanik, dalam kesaksiannya, menjelaskan kronologi permintaan suap dan proses pembagian uang tersebut. Pernyataan-pernyataan yang disampaikan Erintuah menjadi bukti penting dalam mengungkap jaringan korupsi yang telah beroperasi dalam sistem peradilan. "Lisa mengatakan kepada saya, 'Pak tolong dibantu ya biar bebas. Tidak ada saksi yang melihat ini'," ungkap Erintuah menirukan ucapan Lisa Rachmat.
Zarof Ricar didakwa melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 12 B juncto Pasal 15 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Kasus ini menjadi sorotan publik dan menimbulkan kekhawatiran atas integritas sistem peradilan di Indonesia.
Proses hukum terus berlanjut, dan para terdakwa akan menghadapi konsekuensi atas perbuatan mereka. Pengungkapan kasus ini diharapkan dapat memberikan efek jera dan meningkatkan transparansi serta akuntabilitas dalam sistem peradilan Indonesia. Semoga kasus ini menjadi pelajaran berharga untuk mencegah praktik korupsi serupa di masa mendatang.