Hasto Kristiyanto: KPK Diminta Tegakkan Hukum Adil, Kasus Harun Masiku
Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, meminta KPK menegakkan hukum secara adil dan menolak tudingan politisasi dalam kasus Harun Masiku, di mana ia ditetapkan sebagai tersangka.

Jakarta, 18 Februari 2024 - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, kembali menyuarakan pentingnya penegakan hukum yang adil dan berimbang menyusul penetapan dirinya sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan suap Harun Masiku. Pernyataan ini disampaikan dalam konferensi pers di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta.
Mengaitkan Keadilan dengan Aspek Sosial dan Budaya
Hasto menekankan bahwa hukum bukan sekadar aturan formal, tetapi harus mempertimbangkan konteks sosial, budaya, dan kemanusiaan. "Hukum tanpa keadilan hanyalah seperangkat aturan kering tanpa roh," tegasnya. Ia mendorong hakim untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat, peneliti, bahkan filsuf, agar mampu mewujudkan keadilan sejati. Menurutnya, pemahaman mendalam tentang denyut nadi masyarakat sangat krusial dalam penegakan hukum.
Ia mengutip pemikiran Ketua Mahkamah Agung (MA) Sunarto yang menekankan pentingnya hakim merasakan kehidupan dalam setiap keputusan. Hal ini juga sejalan dengan pernyataan Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, yang menyebut pemikiran Sunarto sebagai 'secercah harapan' di tengah kondisi hukum yang dianggap jauh dari keadilan.
Sikap Kooperatif dan Bantahan Politisasi
Hasto menyatakan kesiapannya untuk sepenuhnya kooperatif dalam proses hukum yang dijalaninya. "Sebagai momentum untuk menyampaikan kepada seluruh rakyat Indonesia bahwa saya siap, dan akan selalu koperatif mengikuti seluruh proses hukum di KPK. Hal yang sama juga saya harapkan dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi," ujarnya. Ia menegaskan kesiapannya bertanggung jawab jika memang terbukti bersalah.
Namun, ia juga menyoroti adanya dugaan politisasi dalam kasus ini. "Sejak awal saya sudah menyampaikan bahwa ada proses politik yang terjadi. Sebagai kader partai, tentu kami siap menghadapi segala konsekuensi sebagai bagian dari pengorbanan terhadap cita-cita bangsa," tambahnya. Pernyataan ini sekaligus menjadi bantahan atas potensi tuduhan bahwa proses hukum yang dijalaninya sarat muatan politik.
Kronologi Kasus dan Tudingan Obstruction of Justice
Sebelumnya, pada 13 Februari 2024, hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan praperadilan Hasto. KPK menetapkan Hasto sebagai tersangka pada 24 Desember 2024 atas dugaan pengaturan dan pengendalian terhadap advokat Donny Tri Istiqomah untuk melobi anggota KPU Wahyu Setiawan agar Harun Masiku ditetapkan sebagai calon anggota DPR RI terpilih. Hasto juga diduga mengatur dan mengendalikan Donny untuk menyerahkan uang suap kepada Wahyu Setiawan.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menjelaskan bahwa Hasto, bersama Harun Masiku, Saeful Bahri, dan Donny, diduga melakukan penyuapan terhadap Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina dengan total suap sebesar 19.000 dolar Singapura dan 38.350 dolar AS. Selain itu, Hasto juga ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara obstruction of justice atau perintangan penyidikan.
Harapan akan Keadilan dan Transparansi
Dengan meminta KPK untuk tetap berpegang pada prinsip keadilan dan menghindari pengaruh politik, Hasto berharap proses hukum ini berjalan transparan dan objektif. Pernyataan Hasto ini menjadi sorotan publik, mengingat posisi pentingnya di partai politik dan kompleksitas kasus yang melibatkan berbagai pihak. Publik menantikan bagaimana KPK akan merespon tuntutan keadilan dan transparansi ini, serta bagaimana proses hukum selanjutnya akan berlangsung.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya menjaga integritas lembaga penegak hukum dan memastikan bahwa hukum ditegakkan tanpa pandang bulu. Pernyataan Hasto juga membuka diskusi publik mengenai pentingnya mempertimbangkan aspek sosial dan budaya dalam penegakan hukum di Indonesia.