Hati-hati Daerah Istimewa, Komisi II DPR RI Ingatkan Kemendagri
Komisi II DPR RI mengingatkan Kemendagri untuk cermat dalam memberikan status daerah istimewa, mengantisipasi potensi kecemburuan antar daerah di Indonesia.

Anggota Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, mengingatkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) agar berhati-hati dalam memberikan status daerah istimewa kepada suatu wilayah. Peringatan ini muncul menyusul isu usulan Kota Surakarta atau Solo untuk mendapatkan status tersebut.
Doli menekankan perlunya pertimbangan matang sebelum memberikan status istimewa. "Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri, harus hati-hati. Menurut saya, harus dipertimbangkan sangat matang (pemberian status daerah istimewa) kalau tidak ada urgensinya, tidak usah diputuskan untuk mengubah nama-nama itu," tegas Doli di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat lalu.
Kekhawatiran Doli didasari potensi munculnya kecemburuan antar daerah. Pemberian status istimewa kepada satu daerah berpotensi memicu daerah lain mengajukan permohonan serupa. "Nanti teman-teman di Pontianak, dia bilang di sana ada sultan yang kemarin menciptakan lambang Garuda Pancasila, nanti mereka minta istimewa juga. Nanti di daerah saya, di kampung saya, juga ada begitu, ada Sisingamangaraja. Dia bilang nanti, 'Oh, ini Sisingamangaraja yang berjuang'," ujar Doli menggambarkan potensi masalah tersebut.
Pertimbangan Mendalam Status Daerah Istimewa
Proses pemberian status daerah istimewa sebenarnya relatif mudah, yaitu melalui perubahan undang-undang terkait provinsi atau kabupaten/kota bersangkutan. Namun, Doli mengingatkan pentingnya kehati-hatian. "Ini cuma merubah undang-undang saja kalau mau menambah. Beda dengan soal pemekaran. Pemekaran itu kan harus ada proses rekomendasi dari daerah induk dan segala macam. Jadi walaupun mudah tapi hati-hati. Jangan sampai nanti menimbulkan masalah baru," ucapnya.
Lebih lanjut, Doli menjelaskan kesepakatan Komisi II DPR RI dengan Kemendagri. Pembahasan undang-undang tentang provinsi atau kabupaten/kota difokuskan pada penyelarasan alas hukum yang masih berlandaskan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950 atau Undang-Undang Republik Indonesia Serikat (UU RIS). "Dalam rangka untuk merapikan semuanya harus berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Alas hukumnya Undang-Undang Dasar NRI 1945 dan kemudian peraturan yang 'satu provinsi, satu undang-undang'," jelasnya.
Doli menegaskan kembali, tidak ada ruang untuk penambahan status khusus atau istimewa di luar kerangka tersebut. "Jadi, tidak ada di luar itu, apalagi ubah nama, apalagi nambah khusus atau istimewa dan segala macam," tegasnya. Oleh karena itu, pemerintah harus melakukan pertimbangan dan kajian mendalam sebelum memberikan status daerah istimewa. "Apakah jadi masalah? Apa yang mau dikejar? Apakah tanpa daerah istimewa daerah-daerah yang mengusulkan itu tidak maju misalnya? Atau pertanyaan berikutnya, apakah dengan istimewa tambah maju? Belum tentu juga. Apakah ada masalah selama ini dengan tidak adanya penambahan istilah itu?" tanya Doli, mempertanyakan urgensi pemberian status tersebut.
Usulan Daerah Istimewa Surakarta dan Respon Kemendagri
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian menyatakan akan melakukan kajian mendalam mengenai usulan Surakarta menjadi daerah istimewa. "Namanya usulan boleh saja, tapi nanti kan kita akan kaji ada kriterianya. Apa alasannya nanti daerah istimewa," kata Tito.
Usulan tersebut sebelumnya disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI Aria Bima. Aria menyinggung Kota Surakarta atau Solo sebagai salah satu dari enam daerah di Indonesia yang diusulkan untuk menjadi Daerah Istimewa Surakarta. 'Seperti daerah saya yang Solo, minta pemekaran dari Jawa Tengah dan diminta dibikin Daerah Istimewa Surakarta,' kata Aria Bima.
Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri mencatat hingga April 2025 terdapat 341 usulan pemekaran daerah. Rinciannya meliputi 42 usulan pembentukan provinsi, 252 usulan pembentukan kabupaten, 36 usulan pembentukan kota, enam usulan daerah istimewa, dan lima daerah otonomi khusus.
Kesimpulannya, pemberian status daerah istimewa memerlukan kajian yang komprehensif dan mempertimbangkan potensi dampaknya terhadap kestabilan dan keadilan di seluruh wilayah Indonesia. Proses ini tidak boleh dilakukan secara tergesa-gesa dan harus berdasarkan pada alasan yang kuat dan terukur.