Solo Jadi Daerah Istimewa? Wakil Ketua Komisi II DPR RI Angkat Bicara
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria Bima, menanggapi usulan Kota Surakarta menjadi Daerah Istimewa, menyebut usulan tersebut kurang relevan dan urgensi saat ini.

Usulan Kota Surakarta atau Solo untuk menjadi Daerah Istimewa Surakarta tengah menjadi perbincangan. Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria Bima, baru-baru ini memberikan tanggapan terkait usulan tersebut yang masuk dalam enam daerah di Indonesia yang diusulkan untuk mendapatkan status istimewa. Pernyataan ini disampaikan usai rapat Komisi II DPR RI dengan Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Akmal Malik di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis.
Aria Bima menjelaskan bahwa usulan tersebut muncul karena Kota Surakarta dianggap memiliki kekhususan historis dan kultural. "Seperti daerah saya yang Solo, minta pemekaran dari Jawa Tengah dan diminta dibikin Daerah Istimewa Surakarta," ungkap Aria Bima. Ia menyinggung sejarah perlawanan Kota Solo pada masa penjajahan dan kekhasan budayanya sebagai dasar usulan tersebut. Namun, pandangan Aria Bima terhadap usulan ini terbilang berbeda.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI ini menilai usulan tersebut kurang relevan dan urgen saat ini. Menurutnya, Kota Solo sudah berkembang sebagai kota dagang, pendidikan, dan industri, sehingga tidak perlu lagi diistimewakan. "Solo ini sudah menjadi kota dagang, sudah menjadi kota pendidikan, kota industri. Tidak ada lagi yang perlu diistimewakan," tegasnya. Ia menambahkan bahwa Komisi II DPR RI tidak terlalu tertarik membahas usulan tersebut karena kurangnya urgensi dan relevansi.
Tanggapan Resmi dan Pertimbangan Komprehensif
Lebih lanjut, Aria Bima menekankan pentingnya pertimbangan komprehensif dalam pengkajian usulan daerah istimewa. "Tidak gegabah hanya karena faktor-faktor tertentu," katanya. Ia menjelaskan bahwa status daerah istimewa memiliki irisan kepentingan yang kompleks, meliputi kepentingan global, pusat, regional, dan daerah itu sendiri. Pemberian status istimewa harus mempertimbangkan keadilan bagi daerah lain agar tidak menimbulkan rasa ketidakadilan.
Aria Bima juga menyoroti pentingnya menjaga kesatuan wilayah, administrasi, dan ekonomi di Indonesia. "Kita ini satu kesatuan wilayah, satu kesatuan administrasi, satu kesatuan ekonomi, yang antara daerah itu harus ada perasaan yang adil, jangan sampai pemberian daerah keistimewaan ini membuat rasa ketidakadilan daerah-daerah lain," ujarnya. Meskipun demikian, ia tidak menutup kemungkinan pembukaan moratorium pemekaran daerah, tetapi dengan persyaratan yang lebih ketat.
Ia berharap proses pengusulan pemekaran daerah, termasuk usulan daerah istimewa, dapat dilakukan dengan lebih ketat dan selektif ke depannya. "Soal moratorium ada satu yang kita harapkan bisa kita lakukan, kita buka kembali, dan pengusulannya harus lebih ketat," ucapnya. Hal ini menunjukkan komitmen DPR RI untuk mempertimbangkan secara matang setiap usulan pemekaran daerah agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi kesatuan dan keadilan di Indonesia.
Data Usulan Pemekaran Daerah di Indonesia
Sebagai informasi tambahan, Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Otda Kemendagri) mencatat hingga April 2025 terdapat 341 usulan pemekaran daerah. Rinciannya meliputi 42 usulan pembentukan provinsi, 252 usulan pembentukan kabupaten, 36 usulan pembentukan kota, 6 usulan daerah istimewa, dan 5 usulan daerah otonomi khusus. Data ini menunjukkan tingginya animo daerah untuk melakukan pemekaran, namun perlu dikaji lebih lanjut untuk memastikan kesesuaian dan dampaknya terhadap stabilitas nasional.
Dari data tersebut, terlihat bahwa usulan pemekaran daerah di Indonesia cukup beragam. Pemerintah perlu melakukan evaluasi dan kajian mendalam terhadap setiap usulan tersebut, dengan mempertimbangkan aspek-aspek strategis seperti potensi ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa pemekaran daerah dapat memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat dan negara.
Kesimpulannya, meskipun terdapat usulan untuk menjadikan Surakarta sebagai daerah istimewa, Wakil Ketua Komisi II DPR RI menilai usulan tersebut kurang relevan dan urgen saat ini. Proses pengkajian usulan pemekaran daerah harus dilakukan secara komprehensif dan mempertimbangkan berbagai faktor agar tidak menimbulkan ketidakadilan dan menjaga kesatuan Indonesia. Pembukaan moratorium pemekaran daerah dimungkinkan, namun dengan persyaratan yang lebih ketat untuk memastikan proses yang lebih terukur dan bertanggung jawab.