Investor Ragukan KEK Kura-kura Bali: Isu Kesenjangan dengan Warga Timbul
Investor asing dan lokal mempertanyakan hubungan antara pengelola KEK Kura-kura Bali dengan masyarakat setempat, menimbulkan kekhawatiran dampak negatif terhadap iklim investasi di Bali.

Presiden Komisaris PT Bali Turtle Island Development (BTID), Tantowi Yahya, mengungkapkan kekhawatirannya terkait isu yang beredar mengenai hubungan kurang harmonis antara pengelola Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura-kura Bali dengan masyarakat Desa Serangan. Isu ini, menurut Tantowi, telah sampai ke telinga calon investor, baik lokal maupun asing, dan menimbulkan pertanyaan besar tentang iklim investasi di KEK tersebut.
Pernyataan tersebut disampaikan Tantowi di Denpasar, Senin (24/3), menanggapi isu yang beredar luas dan berdampak signifikan terhadap minat investor. Ia menegaskan bahwa isu tersebut tidak benar dan justru berpotensi merugikan perkembangan KEK Kura-kura Bali. "Ini menciptakan banyak pertanyaan dari para calon investor mengenai iklim berusaha di tempat ini dan di Bali," ujar Tantowi, menekankan potensi kerugian akibat berita bohong tersebut.
Isu ketidakharmonisan ini muncul setelah pemasangan pelampung laut di area KEK dan beredarnya video serta gambar yang menunjukkan adanya pembatasan akses bagi masyarakat. Tantowi membantah adanya konflik dan menekankan bahwa pembangunan KEK justru akan memberikan banyak lapangan kerja bagi masyarakat sekitar. Ia menambahkan, "Investasi lah yang menciptakan lapangan kerja, semakin banyak investasi, semakin banyak lapangan pekerjaan dan itu sudah pasti akan membuat ekonomi sirkular."
Dampak Isu terhadap Minat Investasi
Tantowi Yahya mengungkapkan bahwa calon investor, baik dari dalam maupun luar negeri, telah mempertanyakan kebenaran isu tersebut. Meskipun ia belum dapat mengungkapkan identitas para investor, dampaknya sudah terasa. Ketakutan utama PT BTID adalah berkurangnya minat investor untuk menanamkan modal di KEK Kura-kura Bali, terutama di tengah penurunan jumlah wisatawan asing ke Bali dan peningkatan jumlah wisatawan di negara lain seperti Thailand dan Vietnam.
Ia menambahkan, "Ini menunjukkan berita ini sudah dikonsumsi oleh investor luar negeri, investor luar negeri kalau pun tidak baca langsung pasti diceritakan oleh partner di Bali." Situasi ini semakin mengkhawatirkan mengingat pentingnya investasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan menciptakan lapangan kerja.
Kekhawatiran ini diperkuat oleh fakta bahwa berita tersebut telah sampai ke telinga investor internasional. Jaringan dan informasi yang cepat menyebar di dunia bisnis internasional membuat isu ini berpotensi besar untuk mempengaruhi keputusan investasi.
Tanggapan dari Desa Adat Serangan
Berbeda dengan pandangan PT BTID, Bendesa Desa Adat Serangan, I Nyoman Gede Pariatha, memberikan pandangan yang lebih positif. Ia menyatakan bahwa kondisi Desa Serangan justru membaik sejak dimulainya proyek KEK Kura-kura Bali. Ia mencontohkan peningkatan infrastruktur jalan yang sebelumnya menjadi kendala akses masyarakat terhadap pendidikan, kesehatan, dan lapangan kerja.
Gede Pariatha juga menyebutkan peningkatan jumlah pengunjung ke Pura Sakenan dan Turtle Conservation Education Center (TCEC) sebagai dampak positif dari proyek tersebut. "Bahkan karena adanya jembatan lebih dari 100.000 pemedek ke Pura Sakenan saat Hari Raya Galungan dan Kuningan, lalu setiap tahunnya 200.000 wisatawan menyeberang dari Dermaga Serangan, dan setidaknya 40.000 pengunjung ke Turtle Conservation Education Center (TCEC)," jelasnya.
Terkait isu pembatasan akses ke teluk, Gede Pariatha menjelaskan bahwa tidak ada larangan bagi warga Desa Serangan. Ia membenarkan adanya kewajiban penggunaan identitas khusus dan rompi berwarna oranye, namun hal tersebut bertujuan untuk keamanan dan kenyamanan warga dalam beraktivitas di area tersebut.
Pernyataan dari Bendesa Desa Adat Serangan ini memberikan perspektif yang berbeda dan perlu dipertimbangkan dalam menilai dampak KEK Kura-kura Bali terhadap masyarakat sekitar. Perlu adanya transparansi dan komunikasi yang lebih baik antara pengelola KEK dan masyarakat untuk menghindari kesalahpahaman dan menjaga iklim investasi yang kondusif.
Ke depannya, penting bagi semua pihak untuk fokus pada upaya klarifikasi dan penyelesaian isu yang beredar. Komunikasi yang terbuka dan jujur antara pengelola KEK, pemerintah daerah, dan masyarakat sangat krusial untuk menciptakan lingkungan investasi yang sehat dan berkelanjutan di Bali.