Kasus Suap Hakim: Sinyal Jebolnya Integritas Peradilan Indonesia?
Anggota Komisi III DPR menyesalkan maraknya kasus suap hakim, menilai integritas peradilan Indonesia terancam dan mendesak reformasi segera dilakukan.

Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Panjaitan, menyatakan keprihatinannya atas kasus suap yang terus melibatkan hakim. Terbaru, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait putusan perkara korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah. Kasus ini terjadi setelah kasus serupa di Surabaya, menimbulkan kekhawatiran publik terhadap integritas peradilan Indonesia.
Menurut Hinca, kasus suap hakim di Surabaya seharusnya menjadi pelajaran berharga. "Seolah-olah berlanjut terus dari Surabaya kemarin, dua-duanya tentang suap. Artinya ternyata hakim kita bisa dibeli, kan gitu perspektif masyarakat," ujar Hinca dalam sebuah diskusi di Jakarta. Ia menekankan bahwa pandangan masyarakat terhadap integritas peradilan sangat terpengaruh oleh kasus-kasus ini.
Hinca menilai kasus suap hakim di Jakarta Selatan lebih serius karena menyangkut hajat hidup orang banyak, yaitu perkara yang berkaitan dengan minyak goreng. Ia juga mengkritik Mahkamah Agung yang dinilai belum mampu menjaga integritas hakim secara maksimal dan Komisi Yudisial yang dianggap kurang efektif dalam mengawasi perilaku hakim.
Ancaman Integritas Peradilan dan Desakan Reformasi
Hinca Panjaitan menegaskan bahwa permasalahan integritas hakim harus segera dibenahi. Putusan hakim yang seharusnya menegakkan hukum dan memberantas korupsi, justru ternodai oleh praktik suap. "Malah hakim yang menangani perkara itu disuap, itu menurut saya sudah melampaui batas," tegasnya. Ia mendesak adanya reformasi menyeluruh dalam sistem peradilan untuk mengembalikan kepercayaan publik.
Kejaksaan Agung telah menetapkan Muhammad Arif Nuryanta sebagai tersangka kasus dugaan suap dan/atau gratifikasi. Ia diduga menerima suap sebesar Rp60 miliar dari tersangka MS dan AR untuk mengatur putusan perkara korupsi ekspor CPO. Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, menyatakan bahwa MAN terlibat dalam kasus tersebut saat menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.
Kasus ini kembali menyoroti pentingnya pengawasan dan reformasi di lingkungan peradilan. Kepercayaan publik terhadap sistem peradilan sangat bergantung pada integritas para hakimnya. Jika integritas tersebut terus tergerus, maka keadilan akan sulit ditegakkan.
Komisi III DPR berencana memanggil Sekretaris Mahkamah Agung untuk mempertanyakan pengawasan dan upaya menjaga integritas hakim. Langkah ini diharapkan dapat memberikan penjelasan dan solusi atas permasalahan yang terjadi.
Perlu Pengawasan yang Lebih Ketat dan Reformasi Sistemik
- Peningkatan pengawasan internal Mahkamah Agung terhadap perilaku hakim.
- Penguatan peran Komisi Yudisial dalam mengawasi dan menindak pelanggaran etik hakim.
- Reformasi sistem seleksi dan promosi hakim untuk memastikan integritas dan kompetensi.
- Peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam proses peradilan.
- Penegakan hukum yang tegas terhadap hakim yang terbukti melakukan korupsi.
Kasus suap hakim yang terus berulang menunjukkan perlunya langkah-langkah konkret dan komprehensif untuk memperbaiki sistem peradilan di Indonesia. Kepercayaan publik terhadap penegakan hukum sangat bergantung pada integritas dan independensi lembaga peradilan. Reformasi yang menyeluruh dan berkelanjutan sangat diperlukan untuk memastikan tegaknya keadilan dan supremasi hukum di Indonesia.