Kejari Jakpus Selidiki Dugaan Korupsi di Kominfo, Negara Rugi Rp500 Miliar Lebih!
Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat mengusut dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di Kementerian Komunikasi dan Digital (Kominfo) yang mengakibatkan kerugian negara lebih dari Rp500 miliar.

Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) tengah melakukan penyelidikan terhadap dugaan kasus korupsi yang terjadi di Kementerian Komunikasi dan Digital (Kominfo), kini bernama Komdigi. Dugaan korupsi ini terkait pengadaan barang dan jasa serta pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDSN) yang merugikan keuangan negara hingga lebih dari Rp500 miliar. Kasus ini terungkap setelah adanya laporan dan investigasi internal.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Jakpus, Bani Immanuel Ginting, membenarkan adanya penyelidikan tersebut. "Kerugian negara terkait dugaan kasus korupsi kurang lebih Rp500 miliar," ujar Bani saat dikonfirmasi pada Jumat lalu. Penyelidikan ini berfokus pada periode 2020 hingga 2024, periode di mana Komdigi melaksanakan pengadaan barang dan jasa untuk PDSN dengan total pagu anggaran mencapai Rp958 miliar.
Modus dugaan korupsi ini melibatkan sejumlah oknum pejabat di Kominfo/Komdigi yang bekerja sama dengan perusahaan swasta. Kerjasama ini diduga telah menyebabkan perusahaan tertentu memenangkan tender secara tidak wajar dalam beberapa tahun berturut-turut, mengakibatkan kerugian negara yang sangat signifikan.
Kronologi Dugaan Korupsi di Kominfo
Berdasarkan hasil penyelidikan sementara, Kejari Jakpus menemukan adanya indikasi pengondisian tender sejak tahun 2020. Pada tahun tersebut, sebuah perusahaan swasta, sebut saja PT AL, memenangkan tender dengan nilai kontrak Rp60 miliar. Kemudian, pada tahun 2021, perusahaan yang sama kembali memenangkan tender dengan nilai kontrak yang lebih besar, yaitu Rp102 miliar.
Pada tahun 2022, modus serupa kembali terulang. Oknum pejabat di Kominfo diduga menghilangkan persyaratan tertentu dalam proses tender, sehingga PT AL kembali memenangkan tender dengan nilai kontrak mencapai Rp188 miliar. Praktik ini berlanjut hingga tahun 2023 dan 2024, di mana PT AL memenangkan tender pekerjaan komputasi awan dengan nilai kontrak masing-masing Rp350.959.942.158 dan Rp256.575.442.952.
Yang lebih memprihatinkan, perusahaan tersebut bermitra dengan pihak yang tidak memenuhi syarat pengakuan kepatuhan ISO 22301. Ketidakpatuhan ini berdampak serius, karena pada Juni 2024 terjadi serangan ransomware yang mengakibatkan beberapa layanan tidak dapat digunakan dan tereksposnya data pribadi warga Indonesia.
Hal ini semakin memperkuat dugaan penyimpangan dalam proses pengadaan PDSN. Anggaran yang telah dikeluarkan lebih dari Rp959 miliar, namun pelaksanaannya tidak sesuai dengan Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik. Perpres tersebut hanya mewajibkan pemerintah membangun Pusat Data Nasional (PDN), bukan PDNS, dan tidak melindungi keseluruhan data sesuai standar BSSN.
Langkah Kejari Jakpus
Atas temuan tersebut, Kepala Kejari Jakpus menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-488/M.1.10/Fd.1/03/2025 pada tanggal 13 Maret 2025. Surat perintah ini memerintahkan sejumlah jaksa penyidik untuk melakukan penyidikan lebih lanjut terhadap kasus dugaan korupsi ini. Proses penyidikan akan terus berjalan untuk mengungkap seluruh pihak yang terlibat dan mempertanggungjawabkan kerugian negara yang telah terjadi.
Proses hukum yang sedang berjalan ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi dan memastikan pengelolaan keuangan negara dilakukan secara transparan dan akuntabel. Kejari Jakpus berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini hingga ke akarnya dan memberikan sanksi yang setimpal kepada para pelaku.