Kekerasan Berbasis Gender di NTT Menurun, GMIT Laporkan Penurunan 28,64 Persen
Rumah Harapan GMIT melaporkan penurunan kasus kekerasan berbasis gender, perdagangan orang, dan penerimaan jenazah pekerja migran di NTT pada tahun 2024.

Kupang, 1 Maret 2025 - Sebuah kabar baik datang dari Nusa Tenggara Timur (NTT). Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT), melalui Rumah Harapan GMIT, melaporkan penurunan signifikan angka kekerasan berbasis gender (KBG) pada tahun 2024. Penurunan ini menunjukkan adanya upaya positif dalam penanganan masalah yang kompleks ini di wilayah tersebut. Rumah Harapan GMIT, yang berperan aktif dalam memberikan perlindungan dan pendampingan korban, mencatat penurunan kasus secara keseluruhan hingga 28,64 persen dibandingkan tahun 2023.
Ketua Pengurus Rumah Harapan GMIT, Ferderika Tadu Hungu, menyampaikan laporan ini dalam kegiatan catatan tahunan Rumah Harapan GMIT 2024 bertema "Gereja Sebagai Rumah Aman: Menghapus kekerasan dan perdagangan orang, merangkul harapan." Beliau menjelaskan bahwa dari 199 kasus pada tahun 2023, angka tersebut turun menjadi 143 kasus di tahun 2024. Data ini mencakup berbagai jenis kekerasan, termasuk kekerasan berbasis gender, perdagangan orang, dan penerimaan jenazah pekerja migran asal NTT.
Penurunan ini patut diapresiasi, mengingat kompleksitas masalah KBG dan dampaknya terhadap individu, keluarga, dan masyarakat. Namun, perlu diingat bahwa angka ini tetap menunjukkan adanya kasus KBG yang masih perlu mendapat perhatian serius. Upaya pencegahan dan perlindungan korban harus terus ditingkatkan untuk memastikan lingkungan yang aman dan setara bagi semua warga NTT.
Rincian Kasus Kekerasan Berbasis Gender
Dari 143 kasus yang ditangani Rumah Harapan GMIT pada tahun 2024, sebanyak 73 kasus merupakan kekerasan berbasis gender. Tiga kasus terkait perdagangan orang, dan 67 kasus berkaitan dengan penerimaan jenazah pekerja migran asal NTT. Menariknya, 68,26 persen dari korban kekerasan berbasis gender dan perdagangan orang merupakan umat atau jemaat GMIT, menunjukkan bahwa masalah ini tidak memandang latar belakang agama atau denominasi.
Lebih lanjut, Ferderika merinci jenis kekerasan yang dialami para korban. Kekerasan terhadap anak menduduki peringkat tertinggi dengan 35 kasus, diikuti oleh kekerasan terhadap perempuan sebanyak 22 kasus. Dari segi jenis kekerasan, kekerasan psikis paling banyak terjadi (73 kasus), disusul kekerasan seksual (34 kasus), dan kekerasan fisik (27 kasus). Meskipun terjadi peningkatan kasus kekerasan seksual sebesar 0,05 persen dibandingkan tahun sebelumnya, secara keseluruhan angka kekerasan berbasis gender menunjukkan tren penurunan yang positif.
Meskipun terdapat penurunan, peningkatan kasus kekerasan seksual tetap menjadi perhatian serius. Hal ini menunjukkan perlunya strategi pencegahan dan penanganan yang lebih komprehensif dan terintegrasi. Perlu adanya kerjasama antar lembaga dan masyarakat untuk mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual secara efektif.
Tantangan dan Upaya Peningkatan
Juliana Ndolu, Sekretaris Pengurus Rumah Harapan GMIT, menjelaskan bahwa masih ada tantangan dalam penanganan kasus KBG, yaitu keterlambatan pelaporan oleh korban. Beberapa alasan yang dikemukakan antara lain faktor ekonomi, upaya menutupi perselisihan rumah tangga, dan alasan-alasan lainnya. Meskipun demikian, Juliana mengamati peningkatan kesadaran korban untuk melapor, meskipun prosesnya masih membutuhkan waktu yang cukup lama.
Rumah Harapan GMIT berperan penting dalam memberikan dukungan dan pendampingan kepada korban. Mereka tidak hanya memberikan bantuan hukum, tetapi juga dukungan psikososial untuk membantu korban memulihkan diri dari trauma. Keberadaan Rumah Harapan GMIT menjadi bukti komitmen GMIT dalam melindungi dan memberdayakan jemaatnya, khususnya para korban KBG.
Ke depannya, peningkatan kesadaran masyarakat tentang KBG dan mekanisme pelaporan sangat penting. Kerja sama antar lembaga pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan tokoh agama sangat krusial untuk menciptakan lingkungan yang aman dan melindungi hak-hak perempuan dan anak. Pencegahan dan penanganan KBG merupakan tanggung jawab bersama untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan setara.
Data yang disajikan oleh Rumah Harapan GMIT menunjukkan adanya kemajuan dalam penanganan KBG di NTT. Namun, perjalanan menuju penghapusan KBG masih panjang dan membutuhkan komitmen serta upaya berkelanjutan dari semua pihak. Perlu adanya evaluasi dan perbaikan berkelanjutan dalam strategi pencegahan dan penanganan KBG agar dapat lebih efektif dan berdampak.