Kementerian Kehutanan Gagalkan Perdagangan Satwa Liar Ilegal Secara Online, Dua Tersangka Ditangkap
Kementerian Kehutanan berhasil menggagalkan perdagangan ilegal bagian tubuh satwa dilindungi secara online dan menangkap dua tersangka yang telah melakukan lebih dari 10 transaksi ke AS dan Inggris.

Kementerian Kehutanan berhasil mengungkap dan menggagalkan aksi perdagangan ilegal bagian tubuh satwa dilindungi secara online. Dua orang tersangka telah ditangkap dalam operasi yang dilakukan di Sukabumi, Jawa Barat, menyusul informasi dari pihak berwenang Amerika Serikat. Perdagangan ilegal ini melibatkan pengiriman bagian tubuh satwa dilindungi dari Indonesia ke berbagai negara, termasuk Amerika Serikat.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, menjelaskan bahwa kejahatan perdagangan tumbuhan dan satwa liar (TSL) dilindungi termasuk kejahatan transnasional. Perdagangan ilegal TSL menduduki peringkat keempat terbesar di dunia setelah narkotika, senjata api ilegal, dan perdagangan manusia. Untuk memberantasnya, Kementerian Kehutanan membentuk tim khusus yang berkolaborasi dengan lembaga penegak hukum dalam negeri dan luar negeri, termasuk US Fish and Wildlife Service (USFWS).
Penangkapan dua tersangka, berinisial BH dan NJ, dilakukan pada 18 Maret 2025. Mereka mengaku telah melakukan perdagangan ilegal selama satu tahun dan telah melakukan lebih dari 10 transaksi ke Amerika Serikat dan Inggris. Barang bukti yang disita berupa bagian tubuh satwa dilindungi, termasuk tengkorak primata, paruh rangkong, tengkorak beruang, dan lainnya.
Pengungkapan Kasus dan Barang Bukti
Direktur Penegakan Hukum Pidana Kehutanan, Rudianto Saragih Napitu, menyatakan bahwa penyelidikan akan terus dilakukan untuk mengungkap jaringan perdagangan ilegal ini baik di dalam maupun luar negeri. Informasi awal diperoleh dari USFWS terkait penyitaan kiriman TSL dari Indonesia di Amerika Serikat sekitar dua minggu lalu.
Barang bukti yang berhasil diamankan cukup signifikan. Petugas menyita 70 tengkorak primata (orangutan, kera, dan monyet), 6 paruh rangkong, 2 tengkorak beruang, 2 tengkorak rusa babi, 8 cakar beruang, 2 gigi hiu, dan 4 tengkorak musang. Jumlah dan jenis barang bukti ini menunjukkan skala operasi perdagangan ilegal yang cukup besar.
Penangkapan ini merupakan bukti nyata komitmen Kementerian Kehutanan dalam memberantas kejahatan perdagangan satwa liar. Kerja sama internasional menjadi kunci keberhasilan pengungkapan kasus ini.
Ancaman Hukuman Berat
Kedua tersangka, BH dan NJ, dijerat dengan pasal terkait kejahatan kehutanan, yaitu 'menyimpan, memiliki, mengangkut, dan/atau memperdagangkan spesimen, bagian, atau barang yang terbuat dari bagian satwa yang dilindungi' sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40A ayat (1) Huruf f Jo Pasal 21 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Ancaman hukuman yang menanti cukup berat. Mereka terancam hukuman penjara maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar (US$295 ribu). Besarnya ancaman hukuman ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan serupa di masa mendatang.
Kasus ini menjadi pengingat penting tentang perlunya upaya bersama untuk melindungi satwa liar Indonesia. Perdagangan ilegal satwa liar tidak hanya merugikan negara, tetapi juga mengancam kelestarian keanekaragaman hayati Indonesia.
Kerja Sama Internasional
Kerja sama antara Kementerian Kehutanan Indonesia dan USFWS dalam mengungkap kasus ini menunjukkan pentingnya kolaborasi internasional dalam memerangi kejahatan transnasional. Informasi yang diberikan USFWS menjadi kunci keberhasilan penangkapan tersangka. Hal ini menunjukkan bahwa upaya perlindungan satwa liar membutuhkan kerja sama yang kuat antar negara.
Ke depannya, diharapkan akan semakin banyak kerja sama serupa untuk mencegah dan memberantas perdagangan ilegal satwa liar. Perlindungan satwa liar merupakan tanggung jawab bersama, baik pemerintah, masyarakat, maupun lembaga internasional.