Kerja Sama Indonesia-Turki: Solusi untuk Isu Pengungsi yang Berkepanjangan?
Indonesia dan Turki, sebagai negara mayoritas Muslim dengan jumlah pengungsi signifikan, perlu meningkatkan kerja sama untuk mengatasi tantangan pengungsian yang berkepanjangan, melalui diplomasi kemanusiaan yang berkelanjutan.

Indonesia dan Turki, dua negara mayoritas Muslim dengan peran signifikan di dunia, tengah menghadapi tantangan serupa: penanganan isu pengungsi yang berkepanjangan. Kolaborasi kedua negara, yang ditandai dengan perayaan 75 tahun hubungan diplomatik, membuka peluang besar untuk menemukan solusi bersama. Pertemuan tingkat tinggi menghasilkan kesepakatan penting di berbagai sektor, termasuk perdagangan dan pertahanan, namun isu pengungsi menjadi fokus utama yang membutuhkan perhatian serius.
Pernyataan Presiden Prabowo Subianto tentang pentingnya persatuan umat Islam di KTT D-8 dan pernyataan Presiden Erdoğan yang mengaitkan kebijakan pintu terbuka bagi pengungsi Suriah dengan peradaban Islam, menunjukkan kesadaran akan solidaritas keagamaan. Namun, solidaritas ini perlu diwujudkan dalam tindakan nyata, bukan hanya retorika. Kerja sama kemanusiaan dan pembangunan yang terfokus menjadi kunci untuk mengatasi akar masalah pengungsian, termasuk penyelesaian konflik dan pembangunan perdamaian.
Krisis kemanusiaan di Suriah dan Myanmar telah menyebabkan arus pengungsi besar ke Turki dan Indonesia. Turki, sebagai penandatangan Konvensi Pengungsi 1951, menampung sekitar 3,175 juta pengungsi dan 159 ribu pencari suaka, sebagian besar dari Suriah. Meskipun telah memiliki sistem regulasi, Turki menghadapi tekanan ekonomi dan membutuhkan bantuan internasional. Sementara itu, Indonesia, meskipun belum meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951, menampung 11.735 pengungsi, sebagian besar dari Afghanistan, Rohingya, dan Somalia. Meskipun telah menerbitkan Peraturan Presiden No. 125 tahun 2016, Indonesia masih menghadapi kendala regulasi, pendanaan, dan koordinasi.
Kerja Sama Bilateral dan Multilateral
Kerja sama bilateral antara Direktorat Jenderal Imigrasi Turki (DGMM) dan Satuan Tugas Nasional Indonesia dapat memperkuat pengembangan kebijakan migrasi yang berfokus pada hak asasi manusia dan kohesi sosial. Pertukaran praktik terbaik antara kota-kota seperti Istanbul dan Makassar, serta inisiatif pembelajaran bersama yang difasilitasi oleh UNHCR dan IOM, sangat penting. Kerja sama multilateral perlu dilakukan melalui platform seperti Global Compact for Refugees (GCR), OKI, dan D-8, untuk mendorong pembagian beban yang adil dan mengatasi akar masalah pengungsian.
Namun, pendekatan neoliberal GCR perlu dikaji ulang. Model alternatif yang berakar pada dualisme ekonomi dan/atau etika Islam, yang menekankan perlindungan, keadilan sosial, distribusi kekayaan yang adil, dan kesejahteraan masyarakat, perlu dipertimbangkan. Dana Zakat UNHCR dan fokus terbaru D-8 pada pemberdayaan kaum muda dan usaha kecil menawarkan peluang untuk hal ini.
Realitas geopolitik juga menjadi tantangan. Turki telah menggunakan populasi pengungsi sebagai alat kebijakan luar negeri, sementara Indonesia menyeimbangkan sikap kemanusiaannya dengan kedaulatan nasional. Meskipun skala populasi pengungsi berbeda, kedua negara menghadapi kesenjangan antara tujuan dan realitas.
Potensi Kolaborasi Indonesia-Turki
Indonesia dan Turki memiliki posisi unik untuk memimpin pendekatan terintegrasi dalam advokasi pengungsi. Kemitraan Selatan-Selatan memfasilitasi pertukaran sumber daya, sementara kerja sama antar negara Islam dapat mendorong kolaborasi etis yang melampaui solidaritas keagamaan semata. Strategi gabungan ini menantang beban yang tidak proporsional pada negara berkembang.
Turki dapat memperkuat kapasitas kelembagaan Indonesia, sementara diplomasi multilateral Indonesia dapat melengkapi strategi Turki. Dengan komitmen pada hubungan kemanusiaan-pembangunan yang kuat, kedua negara dapat menunjukkan kebijakan pengungsi yang adil dan berkelanjutan, yang dipandu oleh prinsip-prinsip etis.
Partisipasi Indonesia dalam Antalya Diplomacy Forum di Turki merupakan kesempatan tepat untuk memperkenalkan diplomasi kemanusiaan ini dan mewujudkan potensi kerja sama. Melalui kolaborasi yang kuat, Indonesia dan Turki dapat memberikan solusi yang lebih efektif dan berkelanjutan bagi isu pengungsi yang berkepanjangan.