KLH Ingatkan Penanganan Sampah Butuh Biaya Besar, Anggaran Pemda Masih Minim
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengingatkan tingginya biaya pengelolaan sampah di Indonesia, sementara anggaran pemerintah daerah masih jauh dari cukup, bahkan TPA di sejumlah daerah telah kelebihan kapasitas.

Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menyoroti besarnya biaya yang dibutuhkan untuk menangani masalah sampah di Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Penyuluh Lingkungan Direktorat Penanganan Sampah KLH, Agus Puyi, dalam sebuah diskusi daring pada Selasa, 25 Maret 2024. Agus menekankan bahwa pengelolaan sampah bukan perkara mudah dan membutuhkan dana yang signifikan, mengingat volume sampah yang dihasilkan sangat besar, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta yang menghasilkan sekitar 8.000 ton sampah per hari.
Menurut Agus Puyi, "Kalau sudah menjadi sampah, apapun bentuknya, itu menjadi biaya, jadi cost. Begitu kita jadikan sampah itu harus ada duit di situ untuk mengolahnya." Pernyataan ini menyiratkan bahwa penanganan sampah yang efektif membutuhkan investasi besar yang seringkali tidak terpenuhi oleh anggaran pemerintah daerah.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah menetapkan tanggung jawab pengelolaan sampah berada di pundak pemerintah daerah. Namun, realitanya, banyak pemerintah daerah yang masih kesulitan memenuhi kebutuhan finansial untuk pengelolaan sampah yang optimal. Data KLH menunjukkan rata-rata anggaran yang dialokasikan untuk pengelolaan sampah hanya sekitar 0,6 persen dari APBD, jauh di bawah angka ideal minimal 3 persen.
Minimnya Anggaran Pengelolaan Sampah dan Dampaknya
Minimnya anggaran tersebut berdampak pada kondisi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) di berbagai daerah. Banyak TPA yang telah kelebihan kapasitas karena sampah yang masuk tidak terolah secara optimal, terutama karena kurangnya pemilahan sampah dan upaya pengurangan sampah dari sumbernya. Kondisi ini bahkan menyebabkan beberapa TPA mengalami kebocoran dan mencemari lingkungan sekitar.
Untuk mengatasi permasalahan ini, KLH telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 02 Tahun 2024 tentang Gerakan Gaya Hidup Sadar Sampah. SE ini bertujuan untuk mendorong upaya pengurangan sampah melalui pencegahan timbulan sampah, pemilahan sampah, penggunaan kembali sampah, dan pengolahan sampah.
Selain itu, KLH juga mendorong penerapan extended producer responsibility (EPR) atau tanggung jawab produsen yang diperluas. Agus Puyi menjelaskan, produsen harus bertanggung jawab atas produk dan kemasannya, terutama kemasan sekali pakai. "Kalau ada, produsennya harus tanggung jawab," tegas Agus.
Data Timbulan Sampah Nasional dan Jenis Sampah Dominan
Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) milik KLH, total timbulan sampah di Indonesia pada tahun 2024 mencapai 33,34 juta ton, yang dilaporkan oleh 307 kabupaten/kota. Dari jumlah tersebut, jenis sampah terbesar adalah sisa makanan (39,41 persen), diikuti oleh sampah plastik (19,55 persen).
Data ini menunjukkan bahwa pengelolaan sampah di Indonesia masih menghadapi tantangan besar. Selain keterbatasan anggaran, diperlukan juga kesadaran masyarakat dan produsen untuk mengurangi timbulan sampah dan menerapkan prinsip ekonomi sirkular. Peran pemerintah daerah dalam mengalokasikan anggaran yang cukup dan menjalankan program pengelolaan sampah yang efektif sangat krusial untuk mengatasi masalah ini.
Ke depannya, kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan produsen sangat penting untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan dalam pengelolaan sampah di Indonesia. Hal ini tidak hanya untuk menjaga kebersihan lingkungan, tetapi juga untuk mengurangi dampak negatif terhadap kesehatan dan ekonomi.