Darurat Sampah Nasional: DPR Dorong Revisi UU dan Solusi Komprehensif
Indonesia menghadapi krisis sampah dengan 56,63 juta ton sampah pada 2024; DPR mendorong revisi UU No. 18/2008 dan solusi komprehensif untuk mengatasi masalah ini.

Indonesia sedang menghadapi krisis sampah. Ketua Komisi XII DPR RI, Bambang Patijaya, mengungkapkan bahwa volume sampah nasional mencapai angka yang mengkhawatirkan, yaitu 56,63 juta ton pada tahun 2024. Hal ini mendorong perlunya perbaikan tata kelola sampah secara menyeluruh, termasuk revisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Perbaikan ini dinilai krusial untuk mencegah dampak buruk yang lebih besar, seperti banjir dan kerusakan lingkungan.
Menurut Bambang Patijaya, masalah sampah di Indonesia bukan hanya soal jumlah, tetapi juga metode pengelolaannya. Sebanyak 39,41 persen sampah dibuang ke sungai, menjadi salah satu penyebab utama banjir besar seperti yang terjadi di Bekasi beberapa waktu lalu. Lebih memprihatinkan lagi, 21,85 persen sampah dikelola di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan metode open dumping yang tidak ramah lingkungan, tersebar di 343 daerah. Metode ini menyebabkan polusi udara, pencemaran air tanah, dan kerusakan ekosistem lokal.
Pernyataan tersebut disampaikan Bambang Patijaya dalam pernyataan terkonfirmasi di Jakarta, Kamis. Ia menekankan urgensi penyelesaian masalah sampah ini dan mendesak adanya tindakan nyata dari pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan. Permasalahan ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah pusat, namun juga pemerintah daerah dan masyarakat secara keseluruhan.
Solusi Komprehensif Atasi Krisis Sampah
Bambang Patijaya mengusulkan tiga solusi utama untuk mengatasi krisis sampah. Pertama, penyempurnaan regulasi melalui revisi UU Nomor 18 Tahun 2008. Revisi ini diharapkan dapat memberikan kerangka hukum yang lebih kuat dan efektif dalam pengelolaan sampah. Kedua, terobosan dalam aspek pembiayaan dengan mengalokasikan anggaran dari APBN dan APBD sebagai mandatory spending. Hal ini akan memberikan kekuatan finansial untuk mendukung program pengelolaan sampah yang lebih terintegrasi.
Ketiga, perbaikan pengelolaan sampah dari aspek teknis dan infrastruktur. Bambang menyoroti masalah pemilahan sampah yang tidak konsisten dari hulu ke hilir. Sampah yang telah dipilah di rumah tangga seringkali tercampur kembali selama proses pengangkutan hingga ke TPA. Kondisi ini menghambat upaya daur ulang, pengomposan, dan konversi sampah menjadi energi listrik. Oleh karena itu, dibutuhkan pembangunan infrastruktur yang memadai dan teknologi ramah lingkungan untuk mendukung pengelolaan sampah yang lebih efektif.
Lebih lanjut, Bambang menekankan pentingnya komitmen bersama dari semua pemangku kepentingan, termasuk masyarakat. Transformasi perilaku dalam memandang sampah sangat diperlukan agar pengelolaan sampah dapat dilakukan secara baik, ramah lingkungan, dan berdampak ekonomi. Hal ini membutuhkan edukasi dan sosialisasi yang masif kepada masyarakat.
Dukungan Pemerintah dan Inisiatif Terintegrasi
Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq, turut menyoroti pentingnya pengelolaan lingkungan, termasuk sampah, dalam pencegahan bencana. Ia menekankan perlunya penguatan kebijakan lingkungan untuk mitigasi bencana dan peningkatan tata kelola sampah secara berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan kunjungan kerja Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, ke lokasi terdampak banjir di Bekasi dan TPA Bantargebang.
Zulkifli Hasan juga mengungkapkan wacana pemerintah untuk melebur tiga peraturan presiden (Perpres) menjadi satu aturan terkait pemanfaatan sampah menjadi listrik. Tujuannya adalah untuk menyederhanakan aturan, mempercepat proses perizinan, dan meningkatkan efisiensi dalam pemanfaatan sampah.
Pemerintah juga perlu mempertimbangkan aspek teknologi dalam pengelolaan sampah. Teknologi pengolahan sampah yang modern dan ramah lingkungan dapat membantu mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan meningkatkan efisiensi pengelolaan sampah. Hal ini juga dapat membuka peluang ekonomi baru, seperti industri daur ulang dan energi terbarukan dari sampah.
Kesimpulannya, mengatasi krisis sampah di Indonesia membutuhkan pendekatan yang komprehensif dan terintegrasi. Revisi UU, peningkatan anggaran, perbaikan infrastruktur dan teknologi, serta perubahan perilaku masyarakat merupakan kunci keberhasilan dalam pengelolaan sampah yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Kerjasama antara pemerintah, swasta, dan masyarakat sangat penting untuk mencapai tujuan ini.