Koalisi STuEB Laporkan 15 Dugaan Kejahatan Lingkungan PLTU di Sumatera
Koalisi Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STuEB) melaporkan 15 dugaan kejahatan lingkungan yang dilakukan oleh delapan PLTU batu bara di Sumatera kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Koalisi Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STuEB) resmi melaporkan 15 dugaan kejahatan lingkungan yang dilakukan oleh delapan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara di Pulau Sumatera. Laporan tersebut disampaikan kepada Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI. Kejahatan lingkungan ini diduga dilakukan oleh PLTU yang beroperasi dari Aceh hingga Lampung. Laporan ini menjadi sorotan mengingat Indonesia tengah gencar menjalankan agenda transisi energi.
Konsolidator STuEB, Ali Akbar, mengungkapkan bahwa temuan ini hanyalah sebagian kecil dari permasalahan yang ada. "Kami mengindikasikan tidak hanya delapan PLTU ini, tetapi dari total 33 unit pembangkit yang ada di Sumatera yang diperkirakan juga melakukan tindakan yang sama," ujarnya di Bengkulu, Selasa (6/5). Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan dampak jangka panjang terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitar PLTU.
Laporan dugaan kejahatan lingkungan ini merupakan hasil pemantauan yang dilakukan oleh 15 organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam STuEB selama periode Februari hingga April 2025. Pemantauan ini difokuskan pada sembilan PLTU batu bara di Sumatera, dan temuannya menunjukkan ketidakpatuhan sejumlah PLTU terhadap kewajiban lingkungan yang telah ditetapkan. Laporan tersebut disampaikan secara daring melalui kanal yang disediakan oleh KLHK RI pada Senin (5/5).
Dugaan Pelanggaran di Berbagai PLTU
Laporan yang disampaikan STuEB mencakup berbagai dugaan pelanggaran lingkungan. Apel Green Aceh melaporkan dugaan pelanggaran pengadaan serbuk kayu untuk PLTU Nagan Raya. Yayasan Kanopi Hijau Indonesia melaporkan pembuangan limbah Fly Ash and Bottom Ash (FABA) yang sembarangan oleh PLTU Teluk Sepang Bengkulu. Yayasan Anak Padi melaporkan masalah limbah FABA di PLTU Keban Agung.
LBH Padang melaporkan kualitas udara buruk di sekitar PLTU Ombilin, sementara LBH Lampung melaporkan dugaan pelanggaran pengelolaan FABA di PLTU Sebalang. Sumsel Bersih melaporkan kerusakan sumber mata air dan hutan akibat pembangunan PLTU Sumsel 1. Lembaga Tiga Beradik Jambi melaporkan kerusakan sungai akibat limbah FABA PLTU Semaran. Terakhir, Yayasan Srikandi Lestari melaporkan pencemaran laut dan udara di PLTU Pangkalan Susu.
Ali Akbar menekankan pentingnya pengawasan ketat terhadap kewajiban lingkungan PLTU dalam konteks transisi energi. "Program transisi energi untuk pembangkit yang sudah beroperasi, seharusnya diawali dengan mengontrol kewajiban lingkungan yang ketat," tegasnya. Hal ini bertujuan agar PLTU yang beroperasi saat ini tidak terus merusak lingkungan dan membahayakan masyarakat sekitar.
Transparansi dan Akuntabilitas Diperlukan
Direktur Yayasan Anak Padi, Lahat Syahwan, berharap KLHK RI segera melakukan investigasi menyeluruh dan menindak tegas sesuai peraturan yang berlaku. "Kami berharap KLH RI melalui Gakkum segera melakukan investigasi menyeluruh dan mengambil langkah sesuai peraturan yang berlaku. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci agar tidak ada lagi pengelolaan limbah yang abai terhadap hak masyarakat atas lingkungan hidup," kata Lahat. Pernyataan ini menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan lingkungan oleh PLTU.
Kesimpulannya, laporan STuEB ini menyoroti permasalahan serius terkait pengelolaan lingkungan oleh PLTU batu bara di Sumatera. Tindakan tegas dan pengawasan yang ketat dari pemerintah sangat diperlukan untuk melindungi lingkungan dan kesehatan masyarakat, serta memastikan terlaksananya transisi energi yang berkelanjutan dan bertanggung jawab.