KLH Dalami Potensi Pidana Kasus Kerusakan Lingkungan di Puncak
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mendalami potensi pidana terkait kerusakan lingkungan di Puncak, Jawa Barat, menyusul temuan pelanggaran izin dan kerusakan lingkungan yang memicu banjir.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLH) tengah mengkaji potensi pidana terkait kerusakan lingkungan di kawasan Puncak, Jawa Barat. Deputi Bidang Penegakan Hukum KLH, Rizal Irawan, menyatakan bahwa pihaknya tidak menutup kemungkinan untuk menindak secara pidana perusahaan-perusahaan yang terbukti melanggar aturan perundang-undangan di wilayah tersebut. Konferensi pers pada Jumat lalu di Jakarta menegaskan komitmen KLH untuk menindak tegas para pelanggar.
Langkah ini diambil untuk memastikan prinsip polluter pays principle diterapkan sepenuhnya. Artinya, pihak yang bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan wajib menanggung biaya perbaikan dan rehabilitasi lingkungan yang rusak. KLH menekankan pentingnya pertanggungjawaban tersebut dalam upaya pemulihan lingkungan di Puncak.
Penyelidikan KLH berawal dari temuan pelanggaran dalam kerja sama operasi (KSO) di area PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I Regional 2. Dari total 350 hektare lahan, hanya 160 hektare yang dimanfaatkan untuk KSO yang telah berizin. Hal ini menunjukkan adanya pelanggaran izin dan potensi kerusakan lingkungan yang signifikan.
Penindakan Terhadap Pelanggar
KLH telah menjatuhkan sanksi administratif kepada 13 dari 33 KSO yang beroperasi di kawasan Puncak. Sanksi tersebut diberikan karena ke-13 KSO tersebut tidak memiliki dokumen persetujuan lingkungan dan berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan. Selain itu, KLH juga telah meminta pemerintah daerah untuk mencabut izin operasional 9 KSO lainnya.
Tidak hanya KSO, KLH juga tengah mendalami peran perusahaan-perusahaan pengelola kawasan utama di Puncak. Penyelidikan yang komprehensif ini bertujuan untuk mengungkap seluruh pihak yang terlibat dalam kerusakan lingkungan dan memastikan pertanggungjawaban mereka.
Direktur Penegakan Hukum Pidana KLH, Frans Tjahjono, menjelaskan bahwa pendekatan multidoor digunakan dalam penanganan kasus ini. Namun, penegakan hukum pidana merupakan langkah terakhir yang akan diambil, dengan tujuan utama untuk pemulihan lingkungan.
Proses Investigasi dan Pemulihan Lingkungan
Tim investigasi KLH saat ini masih melakukan pendalaman kasus, mengumpulkan bukti-bukti dari keterangan saksi, fakta lapangan, hasil laboratorium, dan ahli. Proses ini dilakukan secara bertahap untuk memastikan keakuratan dan kelengkapan data sebelum mengambil langkah hukum selanjutnya. KLH berkomitmen untuk menyelesaikan kasus ini secara transparan dan akuntabel.
Langkah hukum ini merupakan tindak lanjut dari inspeksi bersama Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq, Menko Bidang Pangan Zulkifli Hasan, dan Gubernur Jawa Barat Dedy Mulyadi ke empat lokasi wisata di Puncak pada 6 Maret lalu. Inspeksi tersebut mengungkap kerusakan lingkungan dan alih fungsi lahan yang menjadi salah satu faktor penyebab banjir di kawasan tersebut.
Sebagai konsekuensi dari sanksi administratif, 13 KSO yang dikenai sanksi diwajibkan menghentikan kegiatan, membongkar bangunan secara mandiri, dan merehabilitasi kawasan dengan penanaman vegetasi yang sesuai. KLH berharap langkah-langkah ini dapat memulihkan kondisi lingkungan di Puncak dan mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
KLH menegaskan komitmennya dalam melindungi lingkungan dan menegakkan hukum. Proses hukum yang sedang berjalan ini diharapkan dapat memberikan efek jera dan menjadi pembelajaran bagi pihak-pihak lain agar selalu mematuhi aturan dan bertanggung jawab atas dampak kegiatannya terhadap lingkungan.