KPK Usut Rekayasa Pengadaan Iklan di Bank BJB, Diduga Rugikan Negara Rp222 Miliar
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan rekayasa pengadaan iklan di Bank BJB periode 2021-2023 yang merugikan negara hingga Rp222 miliar, dengan lima tersangka telah ditetapkan.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengusut kasus dugaan korupsi proyek pengadaan iklan di Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB) periode 2021-2023. Dugaan rekayasa pengadaan menjadi fokus penyelidikan, dengan kerugian negara diperkirakan mencapai Rp222 miliar. Lima orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Pengusutan ini bermula dari pemeriksaan tiga saksi pada Kamis, 17 April 2024. Ketiga saksi tersebut diperiksa terkait pengetahuan dan peran mereka dalam dugaan rekayasa pengadaan yang bertujuan untuk menunjuk rekanan yang sama selama tiga tahun berturut-turut. Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, membenarkan pemeriksaan tersebut dan menyatakan bahwa keterangan saksi-saksi tersebut sangat penting dalam mengungkap kasus ini.
Kasus ini melibatkan sejumlah pihak penting di Bank BJB. Selain para tersangka, KPK juga telah memeriksa sejumlah saksi kunci yang diduga mengetahui seluk-beluk proses pengadaan iklan di Bank BJB. Proses pengungkapan kasus ini diharapkan dapat memberikan keadilan dan mengembalikan kerugian negara.
Rekayasa Pengadaan Menjadi Fokus Penyelidikan
Penyidik KPK mendalami dugaan rekayasa dalam proses pengadaan iklan di Bank BJB. Hal ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana proses penunjukan rekanan yang sama sejak tahun 2021 hingga 2023 dapat terjadi. Diduga, terdapat manipulasi dalam proses tender atau lelang yang menguntungkan pihak-pihak tertentu.
Pemeriksaan terhadap tiga saksi, yaitu Dadang Hamdani Djumyat (Group Head Pengadaan Logistik, IT, dan Jasa Lainnya Bank BJB 2017-2022), Wijnya Wedhyotama (Officer Pengawasan Pengadaan Logistik IT dan Jasa Lainnya Bank BJB), dan Roni Hidayat Ardiansyah (Manajer Keuangan Internal Bank BJB), diharapkan dapat mengungkap detail mekanisme rekayasa tersebut.
Para saksi tersebut diduga memiliki informasi penting terkait proses pengadaan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga penentuan pemenang tender. Keterlibatan mereka dalam dugaan rekayasa ini masih dalam tahap penyelidikan lebih lanjut oleh KPK.
Informasi yang diperoleh dari para saksi akan diintegrasikan dengan bukti-bukti lain yang telah dikumpulkan KPK untuk memperkuat konstruksi perkara dan menetapkan tersangka lainnya jika diperlukan.
Lima Tersangka Telah Ditetapkan
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan lima orang tersangka. Mereka adalah Direktur Utama Bank BJB, Yuddy Renaldi (YR); Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sekaligus Kepala Divisi Corsec Bank BJB, Widi Hartoto (WH); Ikin Asikin Dulmanan (IAD), pengendali agensi Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri; Suhendrik (S), pengendali agensi BSC Advertising dan Wahana Semesta Bandung Ekspress; dan Sophan Jaya Kusuma (SJK), pengendali Cipta Karya Sukses Bersama.
Kelima tersangka tersebut dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal-pasal tersebut mengatur tentang tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama.
Proses hukum terhadap kelima tersangka akan terus berlanjut, dengan KPK berupaya untuk mengungkap seluruh fakta dan mengumpulkan bukti-bukti yang cukup untuk menjerat para pelaku korupsi tersebut. Proses persidangan akan menentukan hukuman yang akan dijatuhkan kepada para tersangka.
KPK memperkirakan kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp222 miliar. Jumlah ini merupakan perkiraan sementara dan dapat berubah setelah proses penyelidikan dan penyidikan selesai dilakukan. Upaya pemulihan aset negara yang hilang akibat korupsi ini juga akan menjadi fokus KPK.
Proses hukum yang sedang berjalan diharapkan dapat memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi dan mencegah terjadinya tindak pidana korupsi serupa di masa mendatang. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara menjadi kunci penting untuk mencegah terjadinya korupsi.