KSBSI dan KSPI Desak Pemerintah Bentuk Satgas PHK Antisipasi PHK Massal
Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mendesak pemerintah membentuk Satgas PHK untuk mencegah dan menangani potensi pemutusan hubungan kerja massal di tengah ancaman resesi global.

Ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di Indonesia mendorong Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) untuk mendesak pemerintah membentuk Satuan Tugas PHK. Desakan ini disampaikan dalam pembukaan Kongres ke-8 KSBSI di Jakarta Timur, Rabu (23/4), menyusul kekhawatiran akan PHK yang berpotensi menimpa 50 ribu pekerja di Pulau Jawa.
Ketua Umum KSBSI, Johannes Dartha Pakpahan, menjelaskan bahwa Satgas PHK diusulkan untuk mengantisipasi, menyelidiki, dan menangani potensi serta dampak PHK. Pembentukan satgas ini dianggap sebagai strategi krusial untuk melindungi hak dan masa depan para pekerja di tengah ketidakpastian ekonomi global yang semakin mengkhawatirkan. "Usulan konkret adalah pembentukan satgas PHK, sebuah satuan tugas yang bertugas mengantisipasi, menyelidiki, dan menangani potensi maupun dampak dari PHK," tegas Johannes.
Lebih lanjut, Johannes menekankan bahwa Satgas PHK sejalan dengan semangat perlindungan pekerja yang diamanatkan dalam prinsip-prinsip internasional. Ia juga memperingatkan bahwa angka PHK berpotensi meningkat jika praktik penetapan tarif global yang ekstrem tidak segera dihentikan. "Angka ini kemungkinan akan terus meningkat jika praktik penetapan tarif global yang ekstrem tidak segera dihentikan," ujarnya.
Tiga Fokus Utama Satgas PHK
Presiden KSPI, Said Iqbal, turut menyuarakan dukungan terhadap pembentukan Satgas PHK. Ia menjelaskan bahwa satgas ini akan memiliki tiga fokus utama. Pertama, pencegahan PHK dengan terlibat aktif sejak perusahaan menunjukkan indikasi akan melakukan PHK, memverifikasi alasan yang diberikan, dan mendorong solusi alternatif. Kedua, penjaminan hak pekerja dengan memastikan pembayaran semua hak pekerja sesuai hukum, termasuk pesangon, penggantian hak cuti, dan jaminan kehilangan pekerjaan (JKP).
Ketiga, penyediaan informasi kerja baru. Satgas PHK diharapkan dapat menghubungkan pekerja yang terdampak PHK dengan peluang kerja baru melalui sistem aplikasi digital. "Aplikasi ini bisa menyajikan informasi real-time tentang lapangan kerja, khususnya di sektor-sektor strategis seperti hilirisasi industri atau perikanan," jelas Iqbal. Said Iqbal juga telah melakukan pertemuan dengan beberapa tokoh penting, termasuk Profesor Submidasgo, Menseskab Pratikno, dan Kapolri, untuk memperkuat payung hukum Satgas PHK melalui Instruksi Presiden (Inpres) dan membahas mekanisme penegakan hukum jika terjadi pelanggaran hak pekerja.
Said Iqbal menambahkan pentingnya payung hukum yang kuat bagi Satgas PHK untuk menangani pelanggaran hak pekerja, seperti pembayaran pesangon di bawah upah minimum atau bahkan tidak dibayar sama sekali, yang memiliki unsur pidana. "Kalau pesangon dibayar di bawah upah minimum atau tidak dibayar sama sekali, itu ada unsur pidananya. Maka penting satgas ini juga dilengkapi dengan payung hukum yang kuat," tegasnya.
Pembentukan Satgas PHK diharapkan dapat memberikan perlindungan yang lebih komprehensif bagi pekerja Indonesia di tengah tantangan ekonomi global. Dengan adanya satgas ini, diharapkan proses PHK dapat dilakukan secara lebih bertanggung jawab dan terhindar dari tindakan sewenang-wenang yang merugikan pekerja.
Langkah proaktif ini menunjukkan kepedulian pemerintah dan serikat pekerja terhadap nasib para pekerja di Indonesia. Diharapkan, dengan adanya Satgas PHK, angka PHK dapat ditekan seminimal mungkin dan kesejahteraan pekerja tetap terjaga.