Mantan Gubernur Bengkulu Akui Mobilisasi ASN untuk Pilkada 2024
Rohidin Mersyah, mantan Gubernur Bengkulu, mengakui dakwaan KPK terkait mobilisasi ASN, gratifikasi, dan pemerasan dana untuk Pilkada 2024.

Mantan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, didakwa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan mobilisasi Aparatur Sipil Negara (ASN), gratifikasi, dan pemerasan dana untuk Pilkada 2024. Sidang perdana kasus ini telah digelar di Pengadilan Negeri Tipikor Bengkulu pada Senin, 21 April 2024. Dalam persidangan tersebut, Rohidin secara mengejutkan mengakui seluruh dakwaan yang dilayangkan JPU KPK.
Pengakuan mengejutkan ini disampaikan langsung oleh Rohidin Mersyah di hadapan majelis hakim. Ia menyatakan, "Saya mengakui betul atas dakwaan itu bahwa saya melakukan sebuah kesalahan atas posisi saya sebagai calon gubernur Bengkulu pada waktu itu. Saya menggunakan atau memobilisasi ASN sebagai tim pemenangan saya dan mengumpulkan sejumlah uang termasuk dari sejumlah pihak."
Proses pengumpulan dana tersebut, menurut pengakuan Rohidin, dilakukan oleh terdakwa Evriansyah alias Anca, yang merupakan ajudan gubernur. Dana yang terkumpul berasal dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan pejabat eselon III dan IV di lingkungan Pemprov Bengkulu. Rohidin mengaku bahwa uang tersebut telah disalurkan untuk kegiatan kampanye Pilkada 2024.
Pengakuan dan Dakwaan JPU KPK
Dalam persidangan, Rohidin Mersyah menyatakan pemahamannya terhadap dakwaan yang dilayangkan JPU KPK. Ia juga menyampaikan keputusan untuk tidak mengajukan eksepsi atau pembelaan. "Saya mengikuti dan mencermati isi dakwaan yang disampaikan oleh JPU. Saya memahami dan mengerti apa yang didakwakan kepada saya. Berdasarkan hasil kesepakatan saya dengan penasehat hukum kami tidak akan mengajukan eksepsi atau pembelaan. Saya meminta maaf secara pribadi, saya menghormati dan menghargai tindakan dan proses hukum yang dilakukan KPK terhadap saya. Selanjutnya tentu saya berharap diproses sidang selanjutnya dapat berjalan lancar, khidmat dan sopan," ujarnya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Ade Azhari, sebelumnya mendakwa Rohidin Mersyah, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bengkulu nonjob Isnan Fajri, dan Evriansyah alias Anca dengan pasal yang sama secara kumulatif. Ketiganya didakwa melanggar Pasal 12 huruf b dan e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, junto Pasal 55 ayat (1) KUHP.
Ancaman hukuman yang dihadapi ketiga terdakwa cukup berat, yaitu pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar. Dakwaan tersebut juga mencakup penerimaan uang sebesar Rp7,2 miliar oleh Rohidin Mersyah dari OPD dan pejabat eselon III dan IV di lingkungan Pemprov Bengkulu untuk dana kampanye Pilkada 2024.
Selain itu, JPU KPK juga mendakwa Rohidin Mersyah atas mobilisasi ASN di lingkungan Pemprov Bengkulu sebagai tim suksesnya dan penyalahgunaan jabatan untuk menggalang dana dan dukungan selama Pilkada 2024.
Rincian Dakwaan dan Bukti
Dakwaan terhadap Rohidin Mersyah dan dua terdakwa lainnya didasarkan pada bukti-bukti yang telah dikumpulkan oleh KPK. Bukti tersebut kemungkinan mencakup keterangan saksi, dokumen keuangan, dan bukti-bukti digital lainnya yang menunjukkan adanya mobilisasi ASN, gratifikasi, dan pemerasan dana untuk kepentingan Pilkada 2024. Proses persidangan selanjutnya akan mengungkap lebih detail mengenai bukti-bukti tersebut.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan mantan Gubernur Bengkulu dan pejabat pemerintahan lainnya. Proses hukum yang transparan dan adil diharapkan dapat memberikan keadilan bagi semua pihak dan mencegah terulangnya tindakan serupa di masa mendatang. Publik menantikan kelanjutan persidangan dan putusan hakim atas kasus ini.
Dengan pengakuan Rohidin Mersyah, proses persidangan diharapkan akan berjalan lebih efisien. Namun, tetap penting untuk melihat seluruh bukti dan keterangan saksi yang akan dihadirkan dalam persidangan untuk memastikan keadilan ditegakkan.