Mantan Kadisbudpar Cianjur Diperiksa Polda Jabar Terkait Dugaan Korupsi Cibodas
Mantan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Cianjur, Pratama Nugraha Emmawan, membenarkan telah diperiksa Polda Jabar terkait dugaan korupsi retribusi wisata Cibodas yang melibatkan pihak ketiga, PT BJS, dengan tunggakan mencapai Rp3,5 miliar.
Mantan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Kadisbudpar) Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Pratama Nugraha Emmawan, telah menjalani pemeriksaan di Polda Jabar. Pemeriksaan ini terkait dugaan kasus korupsi retribusi kawasan wisata Cibodas yang diduga merugikan negara hingga miliaran rupiah.
Pemeriksaan tersebut dibenarkan oleh Pratama sendiri. Ia menjelaskan bahwa pemeriksaan yang dilakukan beberapa hari lalu tersebut lebih kepada perbincangan terkait data pengelolaan kawasan wisata Cibodas, termasuk tunggakan dari pihak ketiga yang menjadi piutang negara. "Betul, saya sudah datang ke Polda Jabar tapi hanya ngobrol soal data pengelolaan kawasan wisata Cibodas, termasuk membahas tunggakan pihak ketiga yang masuk dalam piutang negara, bukan diperiksa hanya ngobrol," ujarnya di Cianjur, Selasa.
Dugaan Korupsi Retribusi Wisata Cibodas
Pratama, yang kini menjabat sebagai Sekretaris DPRD Cianjur, menekankan bahwa ia telah memberikan keterangan yang diminta penyidik. Ia kembali menegaskan bahwa pertemuan tersebut berfokus pada data dan informasi yang dibutuhkan terkait pengelolaan kawasan wisata Cibodas, termasuk peran pihak ketiga dalam pengelolaan tersebut. "Sekali lagi saya hanya ngobrol data dan informasi yang dibutuhkan penyidik di Polda Jabar terkait pengelolaan kawasan wisata Cibodas, termasuk membahas pengelolaan yang dilakukan pihak ketiga," tegasnya.
Informasi mengenai pemeriksaan ini juga dibenarkan oleh Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center (CRC), Anton Ramadhan. Anton menyebutkan bahwa selain Pratama, Polda Jabar juga memeriksa mantan kepala dinas lainnya, Yudi Pratidi. Pemeriksaan terhadap kedua mantan kepala dinas ini dilakukan pada Senin (10/2).
Lebih lanjut, Anton mengungkapkan bahwa CRC memiliki data yang menunjukkan sejumlah kejanggalan dalam penarikan retribusi di kawasan wisata Cibodas. Kejanggalan ini diduga melibatkan pihak ketiga, yaitu PT Baradhuta Jaya Sakti (BJS), dan berpotensi merugikan negara hingga miliaran rupiah. "Kami dapat informasi dari Polda Jabar setelah memeriksa Kepala Disbudpar Cianjur, dilanjutkan dengan pemanggilan dua orang mantan kepala dinas, Pratama dan Yudi, kami juga memiliki data terkait dugaan korupsi penarikan retribusi tersebut," jelasnya.
Kejanggalan Penarikan Retribusi dan Tunggakan Miliaran Rupiah
Salah satu kejanggalan yang ditemukan adalah tunggakan pembayaran kontribusi dari pihak ketiga, PT BJS, kepada Disbudpar Cianjur. Berdasarkan perjanjian yang disepakati pada tahun 2022-2023, PT BJS seharusnya membayar kontribusi sebesar Rp3,5 miliar. Namun, hingga saat ini, PT BJS masih memiliki tunggakan sebesar Rp3,5 miliar.
Anton menjelaskan, "Selama melakukan pengelolaan pada tahun 2022-2023 PT BJS tidak melakukan penyetoran sesuai dengan kesepakatan, sehingga terdapat tunggakan mencapai Rp3,5 miliar, sedangkan dihitung dari angka kunjungan setiap tahun seharusnya dapat melunasi."
Data jumlah kunjungan wisatawan ke Cibodas yang diperoleh dari Disbudpar Cianjur menunjukkan angka yang signifikan. Pada tahun 2022, tercatat 452.641 wisatawan, sedangkan pada tahun 2023 jumlahnya meningkat menjadi 582.300 wisatawan. Dengan memperhitungkan tarif retribusi yang diterapkan, seharusnya pendapatan yang diperoleh PT BJS jauh lebih besar dari yang disetorkan. "Jumlah kunjungan dikalikan dengan tarif 3 jenis retribusi yang dilakukan PT BJS, maka total pendapatan retribusi yang ditarik setiap tahunnya melebih target namun kenyataannya penyetoran yang dilakukan selalu kurang bahkan menunggak," tambah Anton.
Kesimpulan
Kasus dugaan korupsi retribusi wisata Cibodas ini masih dalam proses penyelidikan Polda Jabar. Pemeriksaan terhadap mantan Kadisbudpar Cianjur merupakan langkah penting dalam mengungkap dugaan penyimpangan dan kerugian negara yang terjadi. Hasil penyelidikan lebih lanjut diharapkan dapat memberikan kejelasan dan keadilan bagi semua pihak.