Mengawal Sampah Horeka di Bali: Menteri LH Dorong Pengelolaan Mandiri
Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq mengawal pengelolaan sampah hotel, restoran, dan kafe (horeka) di Bali agar dilakukan secara mandiri dan mengurangi beban TPA.

Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq tengah gencar mengawal pengelolaan sampah yang dihasilkan oleh sektor hotel, restoran, dan kafe (horeka) di Bali. Upaya ini bertujuan untuk mendorong pengelolaan sampah secara mandiri oleh masing-masing usaha, sehingga tidak semua sampah berakhir di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Pengawasan ini dilakukan menyusul masih tingginya volume sampah yang mencemari lingkungan di Pulau Dewata.
Tinjauan langsung ke Posko Penanganan Sampah Laut di Pantai Kuta, Kabupaten Badung, Bali pada Sabtu lalu, menjadi salah satu langkah konkret dari Kementerian LH. Dalam kunjungan tersebut, Menteri Hanif menyatakan komitmennya untuk memastikan ketaatan para pelaku usaha horeka dalam mengelola sampah dan limbah mereka. Ia menekankan pentingnya pengelolaan sampah yang berkelanjutan, bukan hanya tindakan sesaat.
Langkah-langkah pengawasan yang akan diterapkan meliputi sistem klasifikasi horeka berdasarkan tingkat kepatuhannya dalam mengelola sampah. Sistem ini akan membagi horeka ke dalam kategori merah, hijau, dan biru, sebagai bentuk evaluasi dan insentif bagi usaha yang bertanggung jawab. Targetnya, pada akhir tahun, semua hotel dan restoran besar di Bali dapat mencapai predikat hijau, menciptakan lingkungan yang lebih nyaman bagi wisatawan.
Sistem Klasifikasi dan Pengawasan Horeka
Dinas Lingkungan Hidup di tingkat kabupaten/kota dan provinsi telah melakukan pemeriksaan awal ke sejumlah horeka. Namun, Menteri Hanif menyadari bahwa pemeriksaan tersebut belum cukup untuk menyelesaikan masalah sampah secara menyeluruh. Oleh karena itu, sistem klasifikasi dan pengawasan yang lebih terstruktur dan berkelanjutan sangat diperlukan. Sistem ini diharapkan dapat mendorong perubahan budaya pengelolaan sampah di Bali.
Dengan melibatkan semua pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah daerah hingga masyarakat adat, diharapkan pengelolaan sampah dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Menteri Hanif juga menekankan pentingnya kerja sama antar lembaga, mengingat kompleksitas masalah sampah yang membutuhkan sinergi yang kuat.
Sistem klasifikasi ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan, tetapi juga untuk menciptakan rasa tanggung jawab di kalangan pelaku usaha horeka. Dengan demikian, diharapkan kebocoran sampah dan limbah dapat diminimalisir.
Tantangan Pengelolaan Sampah di Bali
Menteri LH menyoroti masih tingginya angka sampah yang mencemari lingkungan di Bali. Sekitar 40 persen sampah di Bali masih terbuang di badan lingkungan dan terbawa ke 12 sungai di Pulau Dewata saat hujan. Hal ini menjadi perhatian serius pemerintah, dan upaya penanganan sampah laut menjadi prioritas.
Pemasangan trash boom di sungai dan pengambilan sampah dari titik pantai merupakan beberapa langkah yang akan diambil untuk mengatasi masalah ini. Kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk kepolisian, TNI, masyarakat adat, dan komunitas lingkungan, sangat penting dalam upaya ini.
Sebagai gambaran, TPA Regional Sargabita di Suwung, Denpasar, setiap harinya menampung rata-rata 1.100-1.200 ton sampah. Dari jumlah tersebut, sekitar 980 ton berasal dari Kota Denpasar dan 200 ton dari Kabupaten Badung.
Upaya Kolaboratif Menuju Bali Bersih
Menteri Hanif menilai bahwa kesadaran masyarakat Bali dalam menangani masalah sampah semakin meningkat. Deklarasi kegiatan sistematis dan terstruktur yang melibatkan berbagai komponen masyarakat, mulai dari aparat keamanan hingga komunitas lingkungan, menunjukkan komitmen bersama untuk menciptakan Bali yang bersih dan lestari. Dengan pengawasan yang ketat dan kolaborasi yang kuat, diharapkan pengelolaan sampah di Bali dapat semakin efektif dan berkelanjutan.
Langkah-langkah yang diambil oleh Kementerian LH ini diharapkan dapat memberikan dampak signifikan dalam mengurangi volume sampah yang berakhir di TPA dan menjaga kebersihan lingkungan di Bali. Keberhasilan upaya ini bergantung pada komitmen semua pihak, baik pemerintah, pelaku usaha, maupun masyarakat.