Ancaman Pencabutan Izin Usaha bagi Pelaku Bisnis di Bali yang Tak Kelola Sampah
Gubernur Bali, Wayan Koster, mengancam akan mencabut izin usaha pelaku bisnis di Bali, terutama sektor pariwisata, jika tak mengelola sampah sesuai aturan mulai 1 Januari 2026.

Gubernur Bali, Wayan Koster, memberikan peringatan tegas kepada pelaku usaha di Bali, khususnya sektor pariwisata. Dalam sebuah pernyataan di Denpasar, Minggu (6/4), beliau menyatakan bahwa izin usaha pelaku bisnis berpotensi dicabut jika mereka gagal mengelola sampah sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Ancaman ini muncul sebagai konsekuensi dari pelanggaran Surat Edaran Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah.
Ancaman pencabutan izin usaha ini bukan tanpa alasan. Gubernur Koster menekankan pentingnya pengelolaan sampah berbasis sumber dan pengurangan penggunaan plastik sekali pakai. Kegagalan dalam memenuhi standar ini akan berdampak serius bagi para pelaku usaha di Pulau Dewata. Langkah tegas ini diambil untuk memastikan keberlanjutan lingkungan Bali dan menjaga keindahan alamnya yang menjadi daya tarik utama sektor pariwisata.
Selain pencabutan izin, Pemprov Bali juga akan mengumumkan nama-nama pelaku usaha yang melanggar aturan tersebut melalui berbagai platform media sosial. Hal ini bertujuan untuk memberikan sanksi sosial dan memberikan tekanan kepada pelaku usaha agar lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan. Dengan demikian, publik dapat mengetahui dan menghindari tempat usaha yang tidak ramah lingkungan.
Sanksi Tegas dan Insentif bagi Pelaku Usaha
Bagi pelaku usaha yang tidak menjalankan pengelolaan sampah berbasis sumber dan membatasi penggunaan plastik sekali pakai, sanksi berupa peninjauan kembali atau pencabutan izin usaha akan diterapkan. Hal ini berlaku bagi berbagai jenis usaha, termasuk hotel, pusat perbelanjaan, restoran, dan kafe. Pemprov Bali berkomitmen untuk menegakkan aturan ini dengan tegas.
Untuk menghindari sanksi tersebut, pelaku usaha diwajibkan membentuk unit pengelola sampah. Unit ini bertanggung jawab untuk mengelola sampah berbasis sumber dan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. Plastik sekali pakai seperti kantong plastik, sedotan plastik, styrofoam, dan kemasan plastik minuman dilarang digunakan dalam kegiatan usaha.
Sebagai alternatif, Gubernur Koster mendorong penggunaan produk ramah lingkungan dan penerapan sistem reuse dan refill. Pelaku usaha juga harus melakukan pemilahan sampah dari sumbernya menjadi kategori organik, anorganik, dan residu, serta menyediakan tempat penyimpanan sementara sampah terpilah.
Pengelolaan Sampah Organik dan Kerja Sama dengan TPS3R
Pengelolaan sampah organik berbasis sumber juga menjadi fokus utama. Pelaku usaha didorong untuk mengoptimalkan pengomposan, maggot, pakan ternak, teba modern, atau metode lain yang ramah lingkungan. Kerja sama dengan pihak pengelola TPS3R (Tempat Pemrosesan Sampah Reduce, Reuse, Recycle) juga sangat dianjurkan.
Sampah yang dapat didaur ulang harus digunakan kembali dalam kegiatan usaha, sementara sampah residu dapat dibuang ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Sistem pelaporan yang terintegrasi dengan dinas lingkungan hidup juga wajib diterapkan. Semua aturan ini harus mulai dijalankan paling lambat 1 Januari 2026.
Sebagai insentif, pelaku usaha yang berhasil menjaga lingkungan melalui pengelolaan sampah akan mendapatkan penghargaan. Mereka berpotensi mendapatkan predikat green hotel, green mall, atau green restaurant, yang tentunya akan meningkatkan citra dan daya tarik usaha mereka.
Aturan ini diharapkan dapat mendorong kesadaran pelaku usaha akan pentingnya pengelolaan sampah dan pelestarian lingkungan di Bali. Dengan komitmen bersama, diharapkan Bali dapat tetap menjadi destinasi wisata yang indah dan lestari.