Menteri LH Siap Tuntut Produsen Nakal: Sampah Plastik Jadi Sorotan
Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq akan menuntut produsen yang tidak bertanggung jawab atas sampah plastik yang mencemari lingkungan di Indonesia, dengan ancaman denda dan pidana.

Denpasar, 24 Maret 2024 - Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq menyatakan kesiapannya untuk menuntut produsen yang terbukti lalai dalam pengelolaan sampah plastik, sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan. Pernyataan tegas ini disampaikan langsung oleh Menteri LH saat kunjungan kerja di Sukawati, Kabupaten Gianyar, Bali. Langkah hukum ini diambil berdasarkan data konkrit yang telah dikumpulkan, dengan melibatkan ahli untuk memperkuat tuntutan tersebut.
Tuntutan ganti rugi ini didasari oleh Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, yang mengatur tanggung jawab produsen kemasan dalam mengelola sampah yang ditimbulkannya. Menteri LH menekankan bahwa produsen tidak dapat lepas tangan dari tanggung jawab pengelolaan sampah plastik yang dihasilkan produknya. "Ini berimplikasi bahwa semua sampah yang diproduksinya harus di dalam jangkauannya untuk ditangani. Tidak ada alasan kemudian dilepas ke masyarakat," tegas Menteri LH.
Selain UU Nomor 18 Tahun 2008, UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga menjadi landasan hukum dalam menuntut produsen yang mencemari lingkungan. UU ini mengatur kewajiban produsen (polluter) untuk membayar polusi yang ditimbulkannya. Pemerintah akan mengambil dua opsi: meminta ganti rugi atas kerusakan lingkungan dan upaya pemulihan lingkungan. Jika jalur tersebut menemui jalan buntu, maka akan ditempuh jalur pengadilan dengan ancaman pidana tambahan.
Data Konkrit Pencemaran dari Organisasi Lingkungan
Kementerian LH telah mengumpulkan data dari berbagai organisasi lingkungan, salah satunya Sungai Watch. Organisasi ini telah aktif dalam menangani masalah sampah plastik di Bali sejak tahun 2020 dan memiliki data konkrit mengenai produsen kemasan yang berkontribusi terhadap pencemaran lingkungan. Data ini akan menjadi bukti kuat dalam proses hukum yang akan ditempuh.
Manager Lapangan Sungai Watch, I Made Dwi Bagiasa, mengungkapkan bahwa sampah plastik yang dikumpulkan dari sungai dan pantai di Bali, terutama Pantai Kedonganan, berasal dari lima perusahaan kemasan terbesar. Sungai Watch memiliki lima tempat pengelolaan sampah plastik yang tersebar di beberapa kabupaten/kota di Bali, yaitu Gianyar, Denpasar, Tabanan, Badung, dan Buleleng.
Di Gianyar, Sungai Watch berhasil mengangkat sekitar 2,5 ton sampah plastik per bulan, sedangkan di Denpasar mencapai 3 ton per bulan. Pemasangan jejaring di sungai dilakukan secara strategis, mempertimbangkan jumlah penduduk dan perilaku warga terhadap sungai untuk memaksimalkan upaya pengumpulan sampah.
Langkah-langkah Pemerintah dalam Mengatasi Masalah Sampah Plastik
Pemerintah berkomitmen untuk mengatasi masalah sampah plastik di Indonesia. Langkah-langkah yang diambil meliputi pengumpulan data dari berbagai sumber, penegakan hukum terhadap produsen yang lalai, dan kerja sama dengan organisasi lingkungan. Kerja sama ini penting untuk memastikan data yang akurat dan efektif dalam proses hukum.
Selain itu, pemerintah juga akan terus berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan sampah yang baik. Eduksi dan sosialisasi akan terus dilakukan untuk mendorong perubahan perilaku masyarakat dalam menangani sampah, khususnya sampah plastik.
Dengan adanya langkah-langkah tegas ini, diharapkan masalah sampah plastik di Indonesia dapat teratasi secara efektif dan berkelanjutan. Kolaborasi antara pemerintah, produsen, dan masyarakat sangat penting untuk mencapai tujuan tersebut.
Menteri LH menegaskan bahwa pemerintah akan terus berupaya untuk melindungi lingkungan hidup dan menindak tegas pihak-pihak yang bertanggung jawab atas pencemaran lingkungan. Komitmen ini diwujudkan melalui penegakan hukum yang tegas dan konsisten, serta kerja sama yang erat dengan berbagai pihak terkait.