NTB Alami Deflasi 0,6 Persen di Februari 2025, Lebih Tinggi dari Nasional
Badan Pusat Statistik (BPS) NTB laporkan deflasi 0,6 persen pada Februari 2025, lebih tinggi dari deflasi nasional 0,48 persen, didorong diskon tarif listrik dan penurunan harga makanan.

Mataram, 03/03/2025 (ANTARA) - Nusa Tenggara Barat (NTB) kembali mencatatkan deflasi pada bulan Februari 2025, dengan angka mencapai 0,6 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan deflasi nasional yang berada di angka 0,48 persen. Hal ini diungkapkan oleh Kepala BPS NTB, Wahyudin, dalam konferensi pers di Mataram, Senin.
Deflasi di NTB dipengaruhi oleh beberapa faktor utama. Diskon tarif listrik sebesar 50 persen yang diberikan PLN kepada pelanggan di bawah 2.200 volt ampere menjadi kontributor terbesar, menekan angka inflasi pada kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 0,37 persen. Selain itu, penurunan harga pada kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau juga memberikan andil sebesar 0,33 persen terhadap deflasi.
Meskipun demikian, beberapa kelompok pengeluaran lainnya justru mengalami inflasi. Kenaikan harga pada kelompok kesehatan (0,01 persen), transportasi (0,05 persen), dan penyediaan makan dan minuman/restoran (0,01 persen) turut mempengaruhi angka inflasi secara keseluruhan. Kelompok pengeluaran dengan inflasi tertinggi adalah perawatan pribadi dan jasa lainnya, yang mencapai 0,05 persen.
Faktor Penyebab Deflasi di NTB
Lebih lanjut, Wahyudin menjelaskan bahwa dari 11 kelompok pengeluaran yang menjadi basis perhitungan statistik, kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga memberikan andil deflasi paling besar, yaitu 0,37 persen. Hal ini terutama didorong oleh diskon tarif listrik yang diberikan PLN. Sementara itu, kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau, meskipun mengalami inflasi sebesar 0,89 persen, memberikan andil deflasi sebesar 0,33 persen karena pengaruh penurunan harga beberapa komoditas.
Meskipun deflasi terjadi, Kepala Biro Perekonomian Sekretariat Provinsi NTB, Wirajaya Kusuma, menekankan bahwa hal ini belum tentu menunjukkan kelesuan ekonomi. Ia menjelaskan bahwa deflasi terjadi di mayoritas daerah di Indonesia. Dari 38 provinsi, 33 provinsi mengalami deflasi bulan ke bulan pada Februari 2025, termasuk NTB. Deflasi terendah tercatat di Papua Barat (1,41 persen), sementara inflasi tertinggi di Papua Pegunungan (2,78 persen).
Pemerintah Provinsi NTB akan terus memantau perkembangan ekonomi dan melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas harga dan pertumbuhan ekonomi yang sehat. Meskipun deflasi memberikan dampak positif terhadap daya beli masyarakat, pemerintah tetap waspada terhadap potensi dampak negatif jangka panjang.
Implikasi Deflasi terhadap Ekonomi NTB
Deflasi di NTB, meskipun lebih tinggi dari angka nasional, perlu dilihat secara komprehensif. Meskipun memberikan keuntungan bagi konsumen dalam bentuk daya beli yang meningkat, deflasi juga berpotensi menimbulkan dampak negatif jika terjadi secara berkepanjangan. Hal ini dapat menyebabkan penurunan produksi, investasi, dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Pemerintah daerah perlu melakukan analisis lebih lanjut untuk memahami penyebab deflasi dan dampaknya terhadap berbagai sektor ekonomi di NTB. Langkah-langkah strategis perlu diambil untuk memastikan bahwa deflasi tidak berdampak negatif terhadap perekonomian daerah dalam jangka panjang. Pemantauan harga komoditas penting dan kebijakan yang tepat sasaran menjadi kunci dalam menghadapi situasi ini.
Ke depannya, kerjasama antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat sangat penting untuk menjaga stabilitas ekonomi dan memastikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di NTB. Penting untuk menyeimbangkan dampak positif deflasi terhadap daya beli dengan potensi dampak negatif terhadap perekonomian secara keseluruhan.
Secara keseluruhan, deflasi di NTB pada Februari 2025 merupakan fenomena yang kompleks dan memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak. Analisis yang mendalam dan strategi yang tepat sasaran menjadi kunci untuk memastikan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di NTB.