Pemerintah dan JICA Bahas Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Jepang
Wakil Menteri Christina Aryani bertemu dengan JICA untuk membahas peningkatan penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia di Jepang, menanggapi laporan eksploitasi pekerja migran Indonesia di Jepang.

Jakarta, 18 Februari 2024 - Wakil Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Christina Aryani, baru-baru ini melakukan pertemuan dengan perwakilan dari Japan International Cooperation Agency (JICA) untuk membahas peningkatan penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia (PMI) di Jepang. Pertemuan ini dilatarbelakangi oleh beberapa laporan mengenai eksploitasi PMI di Jepang, baik yang berangkat melalui skema mandiri (pekerja terampil khusus/SSW) maupun program magang.
Meningkatkan Perlindungan PMI di Jepang
"Kami mendapat mandat untuk memastikan tidak ada lagi eksploitasi terhadap pekerja migran," tegas Aryani dalam sebuah pernyataan pada Senin lalu. Pernyataan tersebut menekankan komitmen pemerintah dalam melindungi hak-hak PMI di luar negeri. Hal ini sejalan dengan arahan Presiden untuk meningkatkan remitansi dari pekerja migran Indonesia.
Pemerintah Indonesia terus berupaya meningkatkan jumlah penempatan PMI di berbagai negara, termasuk Jepang. "Kami telah memetakan, dan salah satu negara penempatan yang menarik—dan kami melihat masih bisa dieksplorasi lebih lanjut—adalah Jepang. Kami melihat bahwa Jepang juga merupakan salah satu tujuan favorit bagi pekerja migran Indonesia," tambah Aryani. Hal ini menunjukkan potensi besar pasar kerja Jepang bagi PMI Indonesia.
Skema Pemerintah dan Pentingnya Keahlian Bahasa
Aryani juga menyoroti skema pemerintah-ke-pemerintah untuk penempatan pekerja kesehatan dan perawat di Jepang sebagai skema yang cukup menarik. Namun, ia menekankan pentingnya peningkatan kompetensi dan kemampuan berbahasa Jepang bagi para PMI. Untuk memanfaatkan peluang ini secara maksimal, diperlukan persiapan yang matang.
Oleh karena itu, ia mendorong politeknik kesehatan dan lembaga ilmu kesehatan untuk mulai memasukkan bahasa Jepang ke dalam kurikulum mereka. "Sehingga ketika mereka (pekerja kesehatan dan perawat) lulus, mereka tidak memulai dari nol untuk kompetensi bahasa Jepang mereka," jelasnya. Langkah ini dinilai krusial untuk meningkatkan daya saing PMI Indonesia di pasar kerja Jepang.
Sistem Penempatan dan Pengembangan SDM
Lebih lanjut, Aryani juga menyoroti sistem penempatan PMI di Jepang. Ia menilai skema penempatan melalui perusahaan penempatan PMI lebih aman dibandingkan berangkat secara mandiri atau direkrut oleh agen dari luar negeri. "Ada jaminan perlindungan bagi pekerja migran yang dapat kami pastikan terpenuhi," ujarnya. Pernyataan ini memberikan keyakinan akan perlindungan yang lebih terjamin bagi PMI yang menggunakan jalur resmi.
Pengembangan sumber daya manusia (SDM) juga menjadi fokus kerja sama antara pemerintah Indonesia dan JICA, yang telah berjalan sejak tahun 2016. Kerja sama ini mencakup berbagai program, antara lain forum sumber daya manusia, dukungan untuk politeknik kesehatan di Indonesia, pelatihan magang teknis, studi pascasarjana, peningkatan profesionalisme tenaga kesehatan, dan pemberdayaan PMI yang telah bekerja di Jepang. Kerja sama ini menunjukkan komitmen jangka panjang dalam meningkatkan kualitas dan perlindungan PMI.
Kesimpulan
Pertemuan antara pemerintah Indonesia dan JICA menandai komitmen bersama untuk meningkatkan perlindungan dan penempatan PMI di Jepang. Dengan meningkatkan kompetensi bahasa, memanfaatkan skema penempatan resmi, dan melanjutkan kerja sama pengembangan SDM, diharapkan semakin banyak PMI Indonesia yang dapat bekerja di Jepang dengan aman dan terlindungi.