Penembakan PMI di Malaysia: Pelanggaran Hukum Internasional & Perlunya Perbaikan Sistemik
Penembakan lima pekerja migran Indonesia (PMI) oleh aparat Malaysia di Tanjung Rhu melanggar hukum internasional, menuntut perbaikan sistemik di Indonesia dan kerja sama bilateral untuk mencegah tragedi serupa.
Insiden Penembakan di Perairan Tanjung Rhu
Sebuah insiden penembakan oleh aparat Malaysia terhadap lima pekerja migran Indonesia (PMI) non-prosedural di perairan Tanjung Rhu, Selangor pada Jumat, 24 Januari 2024 sekitar pukul 03.00 waktu setempat, telah mengemuka. Tragedi ini mengakibatkan satu PMI meninggal dunia dan empat lainnya mengalami luka-luka. Kejadian ini tak hanya menyita perhatian publik, namun juga menjadi sorotan dunia internasional.
Pelanggaran Hukum Internasional dan HAM
Menurut Prof. Dafri Agussalim, pakar HAM Internasional dari Universitas Gadjah Mada (UGM), tindakan aparat Malaysia tersebut merupakan pelanggaran hukum internasional, khususnya terkait HAM. Ia menekankan bahwa respons Indonesia tidak boleh hanya sebatas protes diplomatik. Perbaikan sistemik di dalam negeri menjadi kunci utama untuk mencegah terulangnya insiden serupa.
Evaluasi dan Perbaikan Mekanisme Perlindungan PMI
Prof. Dafri mendorong Indonesia dan Malaysia untuk menjadikan kasus ini sebagai momentum evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme perlindungan pekerja migran. "Seharusnya ini tidak hanya berhenti pada pemberian kompensasi dan penjatuhan hukuman," ujarnya. "Kedua negara harus membahas ulang mekanisme perlindungan pekerja migran agar kejadian serupa tidak terus berulang." Kerja sama untuk memberantas jaringan perdagangan manusia dan percaloan tenaga kerja ilegal juga menjadi sangat penting.
Pentingnya Pendekatan Sistematis
Meskipun di tingkat ASEAN telah ada protokol perlindungan pekerja migran, implementasinya belum efektif. Oleh karena itu, penyelesaian kasus ini membutuhkan pendekatan sistematis yang komprehensif, mencakup aspek hukum, ekonomi, dan sosial. Indonesia pun dihadapkan pada tugas besar: menuntut keadilan bagi korban, memperbaiki kebijakan ketenagakerjaan, dan memperkuat perlindungan bagi PMI.
Faktor Pendorong dan Penarik Migrasi Ilegal
Migrasi ilegal PMI ke Malaysia, menurut Prof. Dafri, merupakan hasil kombinasi faktor pendorong dari Indonesia ("push factor") dan faktor penarik dari Malaysia ("pull factor"). Ketersediaan lapangan kerja dengan upah layak di dalam negeri dapat mengurangi risiko bekerja ilegal di luar negeri. Sebaliknya, upah yang lebih tinggi di Malaysia menjadi daya tarik bagi para PMI.
Peran Calo dan Sindikat Perdagangan Manusia
Prof. Dafri juga menekankan peran calo dan sindikat perdagangan tenaga kerja sebagai "intermediary factor" yang memperburuk situasi. Pemberantasan kejahatan ini hingga ke akar-akarnya, serta hubungan bilateral yang jelas dan mampu melindungi warga negara, menjadi krusial. "Berantas kejahatan ini hingga ke akar-akarnya dan bentuk hubungan bilateral yang jelas serta mampu melindungi warga negara," tegas Dosen Departemen Hubungan Internasional UGM ini.
Kesimpulan
Kasus penembakan PMI di perairan Tanjung Rhu menyoroti pentingnya kolaborasi Indonesia-Malaysia dalam melindungi pekerja migran dan memberantas praktik ilegal. Perbaikan sistemik di Indonesia, termasuk penyediaan lapangan kerja yang layak, serta penegakan hukum yang tegas terhadap sindikat perdagangan manusia, sangat dibutuhkan untuk mencegah tragedi serupa terulang di masa depan.